Pandemi Covid-19 berdampak pada seluruh pelaku usaha di berbagai daerah di Tanah Air. Tanpa terkecuali, para pelaku usaha di kawasan Indonesia Timur. Sejatinya, salah satu tantangan terbesar para pelaku usaha di kawasan Indonesia Timur adalah tingginya ongkos logistik.
Pada Virtual Series Katadata bertajuk "Pola Perubahan Konsumen Belanja Online" yang digelar hari ini (14/7), Direktur Komersial PT POS Indonesia Charles Sitorus menjelaskan, aktivitas logistik dari dan ke Indonesia Timur memang memiliki tantangan tersendiri dibandingkan dengan wilayah lain. "Hal ini tidak hanya dirasakan POS, tetapi juga perusahaan penyedia jasa logistik lainnya," ucapnya.
Tantangan yang dimaksud lebih pada soal transportasi. Pengiriman dari dan ke kawasan Indonesia Timur kerap tergantung kepada jalur udara alias pesawat. Namun, jadwal penerbangan yang ada belum seramai lalu lintas udara di kawasan Barat.
Tak heran, jika para pelaku bisnis di bidang logistik berharap pemerintah daerah di kawasan Indonesia Timur dapat lebih menggeliatkan pertumbuhan sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di wilayahnya. Semakin banyak populasi UMKM, maka berpotensi membuat ongkos logistik dari dan ke kawasan Timur menjadi lebih efisien.
“Kadang masalahnya muncul begini, saat berangkat kirim ke sana (Timur), barang ada, tetapi saat hendak balik justru kosong. Untuk itu, perlu kerja sama dengan pemerintah daerah untuk mengembangkan UMKM di sana,” ucap Charles, yang menyebutkan bahwa kendala serupa kemungkinan besar juga dirasakan perusahaan logistik swasta lain.
Sementara itu, menurut Dosen Universitas Multimedia Nusantara Zaroni, ongkos logistik di Indonesia secara umum tergolong tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga, yakni berkisar 23 persen. Beberapa rekomendasi dikemukakan untuk mengatasi kondisi ini, contohnya melalui perbaikan konektivitas transportasi, terutama dari dan ke wilayah Timur.
Menurut Zaroni, hal lain yang perlu diperhatikan adalah soal standardisasi barang kiriman alias paket. “Standard pengemasan sebetulnya penting juga agar meningkatkan efisiensi ketika loading dan penumpukan barang di kontainer,” ujarnya.
Dia juga menyinggung terkait digitalisasi logistik, misalnya dokumen logistik sebaiknya dapat diakses secara daring dan idealnya cukup satu saja. Dengan begitu, tak perlu ganti dokumen beru setiap kali ganti moda transportasi. Langkah-langkah semacam ini, diakui Zaroni, bisa menurunkan ongkos logistik sekitar lima persen.
Penguatan jaringan transportasi dan logistik di kawasan Indonesia Timur selayaknya menjadi perhatian. Pasalnya, tren belanja secara daring alias online semakin hari semakin menjadi tren di tengah masyarakat, terutama dalam situasi pandemi Covid-19.
Sementara itu, menyadari potensi bisnis dari aktivitas belanja secara online, POS berusaha memperluas jangkauan layanan. Khusus bagi pedagang online, PT POS Indonesia menyediakan Q-Comm sejak 2019. "Kami berharap bisa meraup setidaknya sepuluh persen pasar e-commerce melalui layanan baru ini. Q-Comm memungkinkan pelapak daring mengirimkan barang maksimal dua hari," terang Charles.
Keunggulan Q-Comm tidak hanya terletak pada kecapatan waktu pengiriman, tetapi juga pada tiga layanan unggulan lainnya, yakni ambil paket gratis, resi otomatis, dan bisa bayar di tempat (cash on delivery/COD). "Kehadiran Q-Comm melengkapi layanan pengiriman sebelumnya, yaitu Q9, alias barang sampai dalam waktu maksimal sembilan jam di dalam kota," tutup Charles.