Studi yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, sepanjang 2020, pertumbuhan aset industri keuangan syariah mencapai 21,48%, menjadi Rp 1.770,32 triliun. Jumlah tersebut mencakup aset yang dimiliki industri perbankan syariah sebesar Rp 593,35 triliun, pasar modal syariah Rp 1.063,81 triliun, dan IKNB syariah Rp 113,16 triliun.
Pertumbuhan positif di sektor industri perbankan syariah juga terjadi sepanjang 2020. Hingga akhir tahun 2020 lalu, pembiayaan Bank Umum Syariah di Indonesia tumbuh 9,5% secara tahunan (year-on-year). Pertumbuhan ini jauh di atas pertumbuhan pembiayaan industri perbankan nasional yang di level -2,41%.
Fakta ini menunjukkan bahwa ekonomi syariah berpotensi menjadi pendekatan alternatif dan motor baru untuk mendorong pemulihan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia pasca pandemi Covid-19.
Dikatakan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso pada Webinar Sharia Economic Outlook Ekonomi Syariah Indonesia 2021, hari ini (19/1), “Berbagai indikator ini memberikan kepercayaan bahwa Indonesia akan lebih bagus di 2021. Kami juga menyambut baik bahwa di Islamic Finance Development Report 2020 Indonesia menempati ranking ke dua sebagai the most developed country in islamic finance. Selain itu, Indonesia menempati ranking keempat di Global Islamic Indicator 2020/2021, dan peringkat keenam di kategori keuangan syariah. Ini indikator bahwa kita bisa ke depan lebih baik lagi di pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah.”
Lebih jauh ia menegaskan, ada sejumlah tantangan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Antara lain, market share yang relatif masih rendah, literasi keuangan syariah yang masih rendah, diferensiasi model bisnis atau produk syariah yang masih terbatas, adopsi teknologi yang belum memadai, dan pemenuhan SDM (Sumber Daya Manusia) yang belum optimal.
Oleh karena itu, menurutnya, ada empat hal yang harus dilakukan pelaku industri keuangan serta perbankan syariah agar mampu membawa Indonesia menjadi negara terdepan dalam penerapan ekonomi dan keuangan syariah.
Pertama, harus ada upaya bersama agar market share keuangan syariah di Indonesia bisa tumbuh hingga 20%. Kedua, inklusi dan literasi keuangan syariah harus ditingkatkan. Ketiga, pelaku industri keuangan syariah harus menghadirkan lebih banyak lagi produk berbasis syariah. Keempat, penggunaan teknologi serta SDM yang tangguh untuk menghadirkan akses layanan keuangan syariah yang masif, luas, murah dan akurat.
“Untuk itu, kami menyambut baik rencana Kementerian BUMN menggabungkan tiga bank syariah yang dimiliki kementerian. Ini akan menjadi pengungkit dan benchmark baik dari segi produk, inovasi, akses masyarakat, SDM, dan menjadi role model. Bahkan bukan hanya di Indonesia, tapi juga level regional dan global,” ucapnya.
Ditambahkan Deputi Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko Kementerian BUMN Nawal Nely, PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI), sebagai entitas hasil merger tiga bank syariah milik negara, bisa membantu mempercepat perwujudan multiplier effect bagi ekonomi nasional.
Melalui merger, diharapkan skala cakupan dan layanan perbankan syariah bisa semakin menjangkau masyarakat. Apalagi, nantinya Bank Syariah Indonesia akan beroperasi dengan mengandalkan keberadaan 1.200 cabang dan 20 ribu lebih pekerja yang tersebar di seluruh Tanah Air.
“Diharapkan dalam peta perbankan di Indonesia BSI akan menduduki ranking 7 atau 8 berdasarkan skala asetnya. Secara global, Bank Syariah Indonesia akan menjadi satu dari top 10 global bank yang islamic. Kemudian efisiensi biaya terhadap pendapatan secara kolektif, normally akan membaik jika skala aset perbankan syariah ini disatukan. Harapannya adanya konsolidasi, rasio biaya terhadap pendapatan ini bisa menurun ke 45 persen hingga 50 persen,” harap Nawal Nely.
Sementara itu, dituturkan Direktur Eksekutif Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Ventje Rahardjo, empat fokus pengembangan ekonomi syariah telah ada dalam Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024, yakni pengembangan industri halal, keuangan, dana sosial, dan perluasan kegiatan usaha syariah.
“Potensi perbankan syariah ini memang jangka menengah-panjang. Pada level menengah harus mengambil zakat yang kuat untuk masyarakat keluar dari garis kemiskinan. Pemanfaatan wakaf juga diperkirakan memiliki potensi besar. Berbagai upaya muncul untuk pengembangan wakaf,” ujar Ventje.
Ditambahkan Ketua Project Management Office (PMO) Integrasi dan Peningkatan Nilai Bank Syariah BUMN Hery Gunardi, integrasi tiga bank syariah milik BUMN merupakan wujud inisiatif pemerintah untuk membangkitkan industri syariah, yang selama ini dianggap sebagai raksasa tidur. Dengan nilai aset yang mencapai sekitar Rp 240 triliun dan melayani lebih dari 14,9 juta nasabah, Bank Syariah Indonesia akan berupaya menjawab berbagai tantangan pengembangan ekonomi dan industri keuangan syariah.