MIX.co.id – Stunting telah menjadi salah satu isu kesehatan serius di Indonesia. Menurut data dari Kementerian Kesehatan, sekitar 21,6% anak di bawah usia lima tahun di Indonesia masih mengalami stunting. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi pertumbuhan fisik, tetapi juga berdampak jangka panjang pada perkembangan kognitif, prestasi pendidikan, dan produktivitas ekonomi di masa depan.
Stunting adalah kondisi anak yang tumbuh lebih pendek dari standar usianya karena kekurangan gizi kronis. Stunting tidak hanya disebabkan oleh kurangnya asupan makanan bergizi, tetapi juga terkait erat dengan lingkungan hidup yang tidak sehat.
Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) dalam kajian ilmiahnya mengungkapkan bahwa sanitasi yang layak dan akses terhadap air bersih menjadi faktor inti dalam pencegahan stunting pada anak-anak.
Dalam kajian ilmiah itu juga ditemukan fakta bahwa daerah dengan akses terbatas terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi memiliki tingkat stunting yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang memiliki akses sanitasi yang baik.
Menurut Nila F Moeloek, Direktur Eksekutif FKI, pencegahan stunting memang tidak bisa hanya fokus pada intervensi gizi semata.
“Untuk jangka panjang, agar pencegahan stunting optimal maka sanitasi lingkungan dan akses air bersih juga harus mendapat fokus lebih,” ujarnya dalam pemaparan kajian ilmiah FKI bertajuk ‘Memahami Stunting dari Inti’ kepada media yang digelar di Jakarta, Kamis (19/9).
Dijelaskan, sanitasi buruk menyebabkan anak-anak lebih rentan terhadap infeksi, seperti diare, yang mengganggu penyerapan nutrisi dan memperparah kondisi malnutrisi. Kondisi ini cenderung dialami masyarakat di daerah Tertingggal, Terdepan, dan Terluar (3T).
“Itu sebabnya akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak sangat penting untuk memastikan anak-anak tumbuh sehat dan terbebas dari stunting," imbuh Nila, mantan Menteri Kesehatan RI periode tahun 2014-2019.
Kajian FKI lewat studi literatur dan analisis data keluarga risiko stunting BKKBN menunjukkan bahwa kualitas air minum yang buruk serta sanitasi yang jelek di lingkungan keluarga meningkatkan risiko stunting hampir 1,5 kali.
Fakta tersebut diperoleh dengan analisis mendalam lewat systematic review dan uji skala prioritas melalui pendekatan community diagnosis yang belum banyak diimplementasikan dalam kebijakan kesehatan Indonesia.
Sementara itu, Ray Wagiu Basrowi menerangkan, kajian FKI juga mengidentifikasi tiga faktor kunci yang berdampak besar untuk mencegah stunting dalam jangka panjang, yakni menurunkan anemia (lewat skrining, optimasi intervensi tablet tambah darah dan nutrisi lain), tingkatkan akses dan kualitas sanitasi dan air minum/air bersih dan peningkatan kualitas ANC.
Melalui systematic review mendalam, tim FKI menemukan bahwa terdapat hasil yang konsisten dari sejumlah penelitian skala besar tentang anemia pada ibu meningkatkan risiko stunting hingga 2,3 kali lebih besar.
“Agar stunting bisa dicegah secara berkelanjutan, intervensi skrining anemia di komunitas, posyandu dan layanan primer, mengoptimalkan intake zat besi, baik itu tablet tambah darah maupun asupan nutrisi sumber protein dan zat besi harus jadi intervensi prioritas pada ibu hamil,” tegas Ray selaku Koordinator Riset dan Kajian FKI.
Temuan dari kajian FKI ini diharapkan dapat menjadi pendorong bagi pemerintah, organisasi masyarakat, dan sektor swasta untuk mempercepat implementasi kebijakan dan program yang memperbaiki kondisi sanitasi di seluruh wilayah Indonesia.
“Kami menyerukan kolaborasi lintas sektor yang lebih kuat, terutama di daerah-daerah terpencil, untuk memastikan bahwa setiap anak memiliki akses ke air bersih dan sanitasi yang layak,” tandas Nila Moeloek. ()