Melihat peluang di industri eCommerce, Ertan Sonat Yalcinkaya--yang akrab disapa Kaya--mendirikan marketplace penyedia peralatan rumah tangga, Shox Rumahan. Ertan bekerja sama dengan Vyani Manao, yang merupakan pendiri start-up Pakde, platform penyedia layanan pergudangan yang kemudian diakuisisi start-up pengembang platform agregator logistik Shipper. Akuisisi Pakde berkontribusi pada pertumbuhan Shipper hingga 50 kali lipat.
Diungkapkan Founder Shox Rumahan Ertan Sonat Yalcinkaya, “Banyak investor di sekitar saya antusias dengan bisnis e-commerce di Indonesia, setelah melihat sektor ini berkembang pesat dalam satu tahun terakhir. Namun, aktivitas e-commerce di Indonesia masih terbatas pada kota-kota besar atau tier-1. Pemain e-commerce besar juga menyasar pengguna dari kawasan urban.”
Berpengalaman dalam e-commerce Cambrian explosion (ledakan Kambrium) di China selama menjadi Head of Global Midea, Kaya memproyeksikan akan ada ledakan pertumbuhan yang sama di Indonesia. “Pasar ritel e-commerce China 6 kali lipat lebih besar dibandingkan Indonesia dan penetrasi pasar di kota-kota tier-2 lebih didorong oleh social-commerce. Dalam 5-10 tahun mendatang kita akan melihat kemunculan unicorn dari Indonesia yang menyasar pasar kota-kota tier-2 untuk merujuk ke model social-commerce yang sama,” ucapnya.
Sayangnya, lebih dari separuh penduduk Indonesia yang tinggal di perdesaan belum tersentuh layanan marketplace. Oleh karena itu, demi menyasar pasar penduduk perlu ada model bisnis berbeda karena kebanyakan pembeli sulit dijangkau, tidak memiliki rekening bank, dan tidak percaya solusi teknologi.
“Pemain e-commerce tidak dapat menerapkan model bisnis B2C bagi pengguna di pelosok meski pola tersebut sukses di tempat lain. Oleh karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membaca dan memahami perilaku konsumen dan komunitas di perdesaan,” ungkapnya.
Dia optimistis social-commerce dapat menjadi jalan untuk mengaktifkan komunitas perdesaan di Indonesia dalam eCommerce. “Itu sebabnya, tim kami mencoba memperkenalkan model operasi social-commerce ke komunitas perdesaan,” ujar Kaya.
Pemain tradisional e-commerce memfasilitasi persaingan dengan sangat baik. Mereka mendaftarkan sebanyak mungkin penjual dan mendorong sebanyak mungkin Stock Keeping Unit (SKU) di pasar. Model ini menjaga harga tetap rendah, tetapi hanya bagi pembeli di kota tier-1. Sedangkan bagi pembeli di perdesaan harga menjadi tidak ekonomis akibat tingginya biaya pengiriman. Tanpa penghematan biaya, sistem e-commerce tidak lagi menarik bagi pembeli di pelosok, terutama jika produk tidak sesuai kebutuhan.
Untuk itu, Shox Rumahan menjawab permasalahan itu dengan membalik piramida dan berfokus menarik komunitas perdesaan ke e-commerce. “Daripada mendorong pembeli dengan banyak produk, Shox Rumahan hanya menyediakan produk yang mereka inginkan. Ini bukan sekadar lokalisasi, tetapi hiperlokalisasi,” tutur Kaya.
Agen Shox Rumahan memainkan peran besar dalam sistem piramida terbalik ini. Para ketua komunitas di pelosok mengetahui persis kebutuhan penduduk di perdesaan dan berbelanja atas nama mereka. “Ini adalah situasi win-win bagi kedua belah pihak. Pembeli di perdesaan dapat membeli produk Shox Rumahan dengan harga sama seperti pembeli di Jakarta karena tidak ada mark-up, mengambil fasilitas cicilan 5-10 kali pembayaran, dan waktu pengiriman barang yang lebih singkat,” urainya.
Tidak seperti pemain e-commerce besar, Shox Rumahan menawarkan harga sama seperti di kota besar, karena target pembelinya adalah level RT, bukan individu. Average Order Value (AOV) Shox Rumahan saat ini melampaui Rp 3 juta. Itu artinya, 5-10 kali lipat pemain social-commerce agent-based models lain. Pemesanan dalam jumlah besar memudahkan Shox Rumahan menekan biaya logistik, karena biaya pengiriman dapat dikurangi 5-10 kali lipat, tergantung luas desa.
Saat ini, Shox Rumahan telah menjadi pemain e-commerce yang menjangkau lebih dari 5 ribu desa. “Kami ingin menjaga kepercayaan pengguna dengan menyediakan solusi digital yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka,” pungkas Kaya.