MIX.co.id – Indonesia menduduki peringkat teratas dalam kasus aktivitas money mule (kasus fraud transfer) dan pencurian identitas, yaitu sebesar 67%.
Temuan itu terungkap dari hasil survei terbaru yang dilakukan GBG, sebuah perusahaan verifikasi identitas, intelijen lokasi, dan pencegahan fraud, bekerja sama dengan Chartis Risk.
Survei juga mengungkapkan, kasus fraud terus bertransformasi dan berkembang di mana Indonesia menjadi target utama karena pasar produk digitalnya yang berkembang dan tingkat inklusi keuangan tinggi, mencapai 90% di tahun ini.
Para pelaku fraud akan semakin banyak menargetkan pengguna yang lebih rentan menjadi korban dibandingkan lembaga keuangan. Pergeseran ini menyebabkan peningkatan terhadap kasus-kasus yang melibatkan money mule dan pencurian identitas.
Menurut Budi Santoso, Director of Unit Kejahatan Forensik & Keuangan PwC dan Direktur ACFE Indonesia, tingginya jumlah kasus fraud di Indonesia berasal dari transformasi digital yang tengah berlangsung, akses yang lebih mudah terhadap layanan keuangan, serta meningkatnya penargetan pengguna oleh para pelaku fraud.
Pemberantasan kasus fraud, katanya, memerlukan upaya terkoordinasi antara penyedia teknologi regulasi seperti GBG, lembaga keuangan, regulator, dan penegak hukum.
“Pendidikan dan investasi berkelanjutan dalam teknologi canggih, seperti AI dan pembelajaran mesin, sangat penting untuk mengakali berbagai teknik kasus fraud yang canggih,” ujarnya saat menjadi pembicara di acara seminar “Membangun Kepercayaan pada Saluran Digital: Studi Risiko Fraud Perbankan Indonesia” yang diadakan baru-baru ini di Jakarta. Seminar diinisiasi oleh GBG.
Budi menyoroti pentingnya kesiapan data, pertimbangan anggaran, dan langkah pengamanan yang ketat, serta kepatuhan terhadap peraturan yang ditentukan regulator untuk mencegah berkembangnya kasus-kasus fraud.
Pembicara lain, yakni Destya D. Pradityo selaku Head of Digital Strategy Allo Bank, menyampaikan pentingnya menyeimbangkan keamanan dengan aksesibilitas pengguna.
Menurutnya, literasi keuangan harus dibarengi dengan literasi digital melalui edukasi konsumen yang berkesinambungan. “Allo Bank berfokus pada tindakan pencegahan yang disiplin dan dalam tahap awal membangun infrastruktur teknologi yang kuat untuk memitigasi kasus fraud,” ungkap Destya.
Wawasan utama dari seminar ini menekankan perlunya identifikasi kasus fraud sejak dini dan langkah-langkah proaktif, investasi berkelanjutan dalam teknologi untuk menjunjung tinggi kinerja dan kredibilitas, serta memprioritaskan pendidikan dan kesiapan teknologi.
“Sistem manajemen pengaduan yang kuat melalui prosedur penanganan...