Menghadirkan para praktisi bisnis ke dalam kampus, lewat kuliah umum maupun seminar, kerapkali dilakukan oleh para perguruan tinggi. Sejatinya, hal itu dapat membuka peluang bagi mahasiswa untuk mendengarkan sekaligus belajar langsung dari studi kasus brand-brand yang sukses di industrinya.
Japanese Seminar Series Universitas Budi Luhur
Oleh karena itu, masih dalam rangkaian Japanese Seminar Series, kali ini Universitas Budi Luhur (UBL) menghadirkan Kaoru Kurashima, Chief Executive Officer (CEO) PT Ajinomoto Indonesia Grup. Pada seminar yang digelar awal Juli ini, 200 mahasiswa Unversitas Budi Luhur mendapat kesempatan mendengar pemaparan mengenai Strategi Bisnis Grup Ajinomoto Indonesia dari orang nomor satu di Ajinomoto Group itu.
Perusahaan asal Jepang tersebut saat ini memiliki kantor cabang di 130 negara dengan 128 pabrik yang tersebar di benua Asia, Eropa, Amerika dan Afrika. Sales terbesar Ajinomoto ada di Jepang, yaitu 43%. Sementara itu, kontribusi sales dari negara-negara Asia mencapai 28%, negara-negara Amerika 18%, dan negara-negara Eropa 11%.
Di Indonesia, Ajinomoto hadir pada tahun 1969 sebagai perusahaan Jepang pertama yang masuk ke Indonesia, dengan pabrik di Mojokerto. Kini, Ajinomoto memiliki pabrik kedua di Karawang dan tiga kantor cabang—Jakarta, Surabaya, dan Medan.
Sukses Ajinomoto di Tanah Air dapat dilihat dari angka penjualan yang diraih Ajinomoto pada tahun 2014 lalu. Yaitu, tembus hingga Rp 4,7 trilyun. Angka penjualan tersebut dicetak dari sejumlah merek yang berada pada payung Ajinomoto Group, yaitu Ajinomoto, Masako, Sajiku, Saori, dan Mayumi.
Bicara soal strategi bisnisnya di Indonesia, Kurashima mengatakan bahwa penelitian lapangan atau consumer insihgt adalah kuncinya. “Bagian pengembangan produk harus belajar tentang bagaimana orang Indonesia memasak dan bumbu apa saja yang digunakan. Dengan demikian, perusahaan dapat memproduksi bumbu yang dapat diterima oleh lidah orang Indonesia,” yakinnya.
Menurut Kurashima, dibandingkan konsumen negara lain, konsumen Indonesia memiliki lidah yang “cerdas”. Dari uji coba rasa makanan yang dilakukan, orang Indonesia sangat bisa membedakan mana masakan berbumbu dari bahan artifisial dan mana dari bahan alam asli.
“Oleh karenanya, Ajinomoto membuat bumbu-bumbu dari bahan asli. Bila tidak, konsumen Indonesia tidak akan membeli,” tutur Kurashima, yang menyebutkan bahwa produk Ajinomoto yang beredar di Jepang adalah yang buatan pabrik Indonesia.
Tak hanya Jepang, produk Ajinomoto Indonesia sampai saat ini juga diekspor ke Singapura, Filipina, Australia, New Zealand, Taiwan, Hong Kong, Korea Selatan, Vietnam, Srilanka, Malaysia, Pakistan, Bangladesh, Arab Saudi, dan beberapa negara lain. “Keuntungan lain dari adanya pabrik di Indonesia adalah bahwa dengan mendapatkan sertifikasi halal, produk-produk Ajinomoto Indonesia dapat diekspor ke negara-negara Islam,” ia menutup.