MIX.co.id - Pasca kasus cemaran terhadap obat sirup yang diduga menjadi penyebab acute kidney injury (AKI) atau gagal ginjal akut pada anak (GGAPA) di Indonesia, Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) menggelar program Bincang Pagi. Program tersebut diharapkan masyarakat dapat bersama-sama memahami perkembangan kasus obat sirup dan mengajak seluruh pihak berkolaborasi agar masyarakat dapat segera mendapatkan akses atas obat sirup yang aman berkualitas dan berkhasiat.
Hadir sebagai pembicara Ketua Umum GPFI Tirto Koesnadi, MBA., Direktur Eksekutif GPFI Drs. Elfiano Rizaldi, dan Sekretaris Jenderal GPFI Andreas Bayu Aji sebagai moderator.
Tirto Koesnadi, Ketua GPFI, menegaskan bahwa kasus cemaran obat sirup merupakan kejadian yang belum pernah terjadi dalam Industri Farmasi (IF) Indonesia selama lebih dari 40 tahun. Industri farmasi nasional memproduksi 90% dari total volume obat nasional dengan berbagai jenis tablet, sirup, injeksi, kapsul, inhalasi, dan berbagai produk obat lainnya, namun kasus pencemaran ini hanya terjadi pada spesfik sirup, dan tidak terjadi pada semua jenis produk obat dari industry farmasi lainnya.
"Hal ini menunjukkan mayoritas sistem kualitas produksi industri farmasi dan sistem pengawasan dan pembinaan BPOM sudah mayoritas berjalan baik, namun ada penyebab spesifik yang menyebabkan hanya sirup yang bermasalah," yakinnya.
Padahal selama ini pengawasan BPOM sudah termasuk yang sangat ketat di antara negara Asia, karena BPOM yang merupakan anggota dari Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S) telah menerapkan aturan yang mengacu pada standar internasional, yang selama ini telah memastikan kualitas dan keamanan sistem dan proses dan kualitas Industri Farmasi sesuai dengan panduan lazim standar internasional.
Industri Farmasi nasional juga sudah melakukan proses produksi sesuai dengan standar CPOB yang dibuat dengan merujuk pada standar internasional yang diawasi secara ketat dan konsisten oleh BPOM.
Ditengah pengawasan yang ketat tersebut, terjadinya cemaran EG/DEG disebabkan karena dua hal. Pertama, adanya pemalsuan bahan pelarut oleh oknum supplier kimia yang mengganti bahan PG menjadi EG/DEG. Industri farmasi telah memesan dan membayar dengan harga PG yang lebih tinggi, disertai dengan Certificate of Analysis PG dan Drum berlabelkan PG oleh supplier, namun isi nya telah dicampur EG. Kedua, hasil produksi sirup obat jadi tidak diperiksa untuk kandungan EG/DEG, karena selama ini belum ada standar di dunia untuk pemeriksaan EG/DEG pada Produk Jadi Obat.
Hal itu terbukti dari data yang ada bahwa hanya 5% dari ragam obat sirup yang sempat beredar yang tercemar, dan hanya kurang dari 2% dari total obat yang beredar yang tercemar, sedangkan >94% obat sirup lainnya layak dikonsumsi yang membuktikan bahwa kasus cemaran sirup adalah sebuah insiden dan bukan sistemik mayoritas.
Berdasarkan semua fakta tersebut, maka GPFI telah mengambil...