The Half-Life of De-industrialization

 

Mulai akhir 1970-an, puluhan ribu pekerja industri Amerika kehilangan pekerjaan di pabrik dan tambang. Deindustrialisasi memiliki efek dramatis pada pekerja dan komunitas mereka. Akan tetapi efek jangka panjangnya terus beriak melalui budaya kelas pekerja.

Restrukturisasi ekonomi mengubah pengalaman kerja, mengganggu kesadaran diri, membentuk kembali lanskap lokal, dan mendefinisikan kembali identitas dan harapan masyarakat. Melalui semua itu, para penulis tentang kelas pekerja telah menceritakan kisah-kisah yang mencerminkan pentingnya ingatan dan perjuangan untuk membayangkan masa depan yang berbeda.

Sekarang sepertinya sejarah berulang. Maraknya teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) mau tak mau menggeser pekerjaan yang selama ini dilakukan manusia. Meski harus diakui bahwa pergeseran itu sekaligus memunculkan profesi atau pekerjaan baru. Pertanyaannya adalah apakah masyarakat kita siap?

Lebih dari tiga dekade setelah gelombang penutupan pabrik yang membuat deindustrialisasi menjadi berita internasional pada akhir 1970-an dan 1980-an, orang-orang yang tinggal di bekas kawasan industri di AS masih merasakan "sakitnya" kehilangan pekerjaan. Memang banyak bekas pekerja itu yang mendapat pekerjaan kembali. Sebagian dari mereka masih di bidang manufaktur, tetapi mereka merasa mendapatkan lebih sedikit dan, dalam banyak kasus, jam kerja mereka menjadi kurang mantap; mereka terpaksa membayar lebih untuk perawatan kesehatan. Pekerjaan baru itu sendiri juga menjadi kurang bermakna. Ini sebagian karena pekerja lebih sadar daripada sebelumnya bahwa pekerjaan itu mungkin hanya sementara.

Deindustrialisasi tidak hanya masalah ekonomi. Efek ekonomi, sosial dan psikologisnya berlanjut selama beberapa dekade setelah pabrik ditutup dan dan dampaknya dirasakan secara lintas generasi, mempengaruhi pandangan dunia dari orang-orang muda yang tidak pernah bekerja di pabrik baja atau pabrik mobil. Seperti limbah radioaktif, deindustrialisasi memiliki waktu paruh.

Paruh-paruh deindustrialisasi secara sosial juga berdampak. Jaringan sosial yang berkembang di sekitar pekerjaan industri terpecah-pecah. Beberapa orang pindah untuk mencari pekerjaan, sementara mereka yang tetap kehilangan interaksi sehari-hari dengan rekan kerja lamanya. Lingkungan yang padat situasinya berubah yang ditandai dengan banyaknya rumah kosong dan ditinggalkan, dan bisnis lokal ditutup. Selanjutnya merusak rasa stabilitas, tetapi koneksi membuat komunitas menjadi kuat.

Orang-orang kehilangan kepercayaan pada institusi karena perusahaan, serikat pekerja, pemerintah semuanya terbukti tidak mampu merespon secara memadai pergeseran ekonomi dan politik yang jauh lebih besar dan lebih signifikan daripada yang disadari siapa pun. Seiring waktu, masyarakat menginternalisasi kerugian ini, dan banyak tempat seperti Youngstown, Detroit dan Flint terus bergulat tidak hanya dengan kehilangan basis ekonomi mereka tetapi juga dengan hilangnya identitas kewarganegaraan.

Cerita-cerita ini memperjelas bahwa biaya sosial deindustrialisasi tidak hanya mempengaruhi mereka yang kehilangan pekerjaan mereka tetapi juga anak-anak mereka, komunitas mereka, dan budaya Amerika. Sherry Lee Linkon, Profesor Bahasa Inggris dan Studi Amerika di Universitas Georgetown, faham benar tentang nilai literatur ilmiah sebagai cara untuk memahami dan merundingkan perubahan sejarah, kecil dan besar.

Linkon menulis dengan pengalaman mendalam dan nuansa tentang fenomena itu. Linkon yang pernah memimpin Pusat Studi Kelas-Kerja di Universitas Youngstown State, melalui analisis terhadap karya-karya puisi, fiksi, nonfiksi kreatif, film, dan drama, The Half-Life of Deindustrialization menunjukkan mengapa orang dan masyarakat tidak dapat sekadar "melupakan" kerugian restrukturisasi ekonomi. Masa lalu memberikan inspirasi dan kekuatan bagi orang-orang kelas pekerja, bahkan kontras antara dulu dan sekarang menyoroti apa yang hilang dalam ekonomi layanan.

Memori kerja produktif dan stabil, komunitas kelas pekerja yang bangga membentuk bagaimana orang menanggapi masalah ekonomi, sosial, dan politik kontemporer. Kisah-kisah ini dapat membantu kita memahami kekesalan, frustrasi, kebanggaan, dan ketekunan kelas pekerja Amerika. “Sebuah kontribusi penting dan tepat waktu untuk mempelajari budaya kelas pekerja dalam periode transformasi ekonomi dan sosial," kata Nick Coles dari Universitas Pittsburgh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)