Harga Produk Cenderung Naik, Industri Ritel Wait and See

Turbulensi ekonomi yang melanda Indonesia di kuartal pertama (Q1) 2015 memang menciptakan dampak yang terasa di semua sektor industri, tidak terkecuali ritel. Dikatakan Anggara Hans Prawira, President Director PT Sumber AlfariaTrijaya Tbk, “memang kita lihat ekonomi lesu terasa, kita tengah menunggu tapi saya lihat ada recovery,” terangnya kepada MIX saat dijumpai dalam acara media gathering di Jakarta, pada Senin (6/7/2015).

Menurut Hans, untuk memicu kembali sektor ritel jalan utamanya adalah dengan segera melakukan spending di sektor pemerintah karena jika hanya mengandalkan festive seasons saja tidak cukup. “Pada dasarnya festive seasons itu bias (samar-samar) karena semua orang pasti belanja. Walau demikian hal itu pasti mampu meningkatkan minat belanja konsumen lagi di kuartal berikutnya,” katanya. Selain itu, ungkap Hans, hal yang penting adalah avalibility barang untuk memutar stok di gudang agar tidak terjadi penumpukan.

“Saya berharap spending pemerintah (anggaran belanja) segera digulirkan sehingga memicu daya beli di masyarakat menjadi naik. Proyek infrastruktur yang belum dijalankan pemerintah itu kan bisa menstimulus daya beli beli masyarakat jadi saya harap itu dapat segera berjalan,” terangnya kepada MIX.

Jika saya amati industri retail itu seperti wait and see, mengapa? Ungkap Hans, lihat saja bagaimana kondisi dollar yang terus menguat karena banyak faktor, sedangkan disisi lain rupiah kian melemah. “Ya kalau seperti ini kita takut, komponen impor sangat tinggi, dimana komoditi tepung, gula dan lainnya itu menggunakan Dollar. Kalau barang kita lokal, maka buat saja manufacturing impor.” terangnya.

Kondisi ekonomi yang melambatnya seperti ini, disesalkan Hans, pasalnya kondisi Dollar yang naik tentu tidak bisa dihindari dan akan memicu kepada kenaikan harga. Jelas ini menjadi masalah karena pada akhirnya daya beli masyarakat akan menurun karena harga yang tinggi. “Harga beli akan tekan konsumen jika tidak segera membaik di kuartal berikutnya,” imbuh Hans.

“Beberapa komoditi sejatinya sudah mengalami kenaikan sejak memasuki tahun 2015,” Sebut Hans. Kategori yang sudah mengalami kenaikan seperti pada susu yang naik signifikan sekitar 10 persen. Bahkan di kategori lain naik sangat tinggi. Tentunya, Alfamart harus tetap mempertahankan margin kita, walaupun itu pasti ada dampaknya yakni daya beli konsumen menjadi rendah

Banyak prinsipal menahan diri untuk menaikan harga di tingkat ritel, walaupun sulit sejatinya mereka juga terpacu dari tingginya nilai dollar. “Kalau angkanya mencapai Rp13.500 mungkin masih mampu ditahan, tapi kalau sudah naik maka akan susah kembali untuk menurunkan harga dan ini yang menjadi kendala karena konsumen tentunya akan mencari harga paling affordable. Maka strategi wait and see terkait harga juga kini sedang dilakukan hampir seluruh prinsipal.

Mengapa saya katakan demikian? Hans mengungkapkan, saat dollar naik, produk kategori susu mengalami penurunan pembelian karena harga yang naik dimana kemampuan beli masyarakat kurang. “Jelas ini pukulan bagi ritel tapi juga sekaligus tantangan bagaimana menyiasatinya. Kita akan tahu kalau harga dollar naik,” kata Hans.

Melihat dari sisi Alfamart, ungkap Hans, kondisi ekonomi yang terjadi di kuartal pertama memang mengecewakan karenanya kita tidak akan muluk – muluk mengejar target di kondisi ekonomi seperti ini. “Target pertumbuhan sekitar 6 – 10 persen, dan target pendapatan sekitar 14 – 15 persen dari tahun kuartal yang sama di tahun lalu,” tutur Hans.

Lantas bagaimana Alfamart mewujudkan target tersebut? Hans kemudian mengatakan, paling utama adalah konsolidasi internal, lebih mengerti kebutuhan konsumen, efisiensi dengan cara pemanfaatan teknologi yang dapat membantu operasional. “Salah satu yang bisa dimanfaatkan adalah e-commerce, kami ingin e-commerce milik Alfamart dan brand dibawah naungannya terus mengembangkan hal tersebut. Ini adalah salah satu fokus lain untuk menggarap pasar digital dan melebarkan pasar.”

“Operasional di toko, reporting menggunakan perangkat teknologi berbasis android dan lainnya juga terus dikembangkan. Terutama penggunaan tablet untuk report per toko, tujuannya agar mengurangi laporan print.” kata Hans. Selain itu, edukasi dan penetrasi penggunaan teknologi elektronik payment juga dilakukan dengan bekerjasama dengan berbagai bank di Indonesia untuk e-Money atau Uang Elektronik kepada konsumen agar terbiasa dan lebih efisien. *

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)