MIX.co.id - Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Katadata Insight resmi merilis hasil studi "Literasi Digital 2021", pada hari ini (20/1), di Jakata. Studi yang dilakukan secara tatap muka kepada 10 ribu masyarakat Indonesia di 34 provinsi pada 4-24 Oktober 2021, menunjukkan bahwa media sosial menjadi sumber yang biasanya diakses okeh 73% responden untuk mendapatkan informasi. Selanjutnya, disusul oleh TV (59,7%), berita online (26,7%), situs web resmi pemerintah (13,9%), media cetak (4%), dan radio (4%).
Sementara itu, di 2021, mayoritas responden (95,9%) menggunakan media sosial WhatsApp (WA), Facebook (80,4%), YooTube (72,2%), Instagram (46,4%), TikTok (29,8%), Telegram (15,9%), Twitter (8,9%), dan Line (4,5%). Yang menarik, hanya TikTok dan Telegram yang penggunaannya mengalami kenaikan jika dibandingkan 2020. Sebelumnya, di 2020, responden yang menggunakan TikTok mencapai 16,7% dan Telegram yang mencapai 12,6%.
Fakta lainnya, ada 70,7% responden mengaku keluarga dan saudara adalah orang yang memembagikan informasi atau berita melalui media sosial. Berikutnya, warga lingkungan atau tetangga (30,1%), teman alumni (25,8%), teman kantor (14,2%), Ketua RT/RW (5%), tokoh agama (3%), dan tokoh pemuda (2,8%).
Berikutnya, 74,6% mengaku meneruskan berita atau informasi tersebut ke keluarga selian pasangan dan saudara, 58,3% ke teman dekat, 30,7% ke pasangan, 17,8% ke tetangga, 9,7% ke grup komunitas, 7,6% ke alumni, dan 5,1% ke grup kantor.
Lantas, bagaimana dengan indeks literasi digital masyarakat Indonesia? Dijawab Mulya Amri, Panel Ahli Katadata Insight Center, indeks literasi digital Indonesia tercatat kategori sedang, dengan skor indeks 3,49. Untuk pilar tertinggi adalah Digital Culture dengan indeks 3,9, Digital Ethics dengan indeks 3,53, Digital Skill dengan indeks 3,44, dan yang terendah Digital Safety dengan indeks 3,1.
Terkait konten hoaks atau berita bohong, 69,3% mengaku berita politik yang paling banyak menganding isu hoaks. Selanjutnya, yang mengandung isu hoaks adalah kesehatan (39,7%), agama (29,2%), lingkungan (21,4%), kerusuhan (13,4%), dan bencana alam (10,9%).
Pada kesempatan yang sama, Dedy Permadi, Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika, mengungkapkan bahwa pada Januari 2021, ada 202,35 juta pengguna internet di Indonesia atau 76,8% dari total populasi di Indonesia.
"Itu artinya, Indonesia semakin intensif dalam penggunaan internet. Pertanyaan berikutnya, berapa persen yang sudah cakap digital?" lanjutnya.
Sayangnya, dipaparkan Dedy, di segmen lower income, hanya 32% yang sudah memiliki kecakapan digital dasar. Sementara itu, higher income, hanya 62%. "Artinya, tidak semua yang menggunakan internet sudah cakap digital maupun sudah terliterasi secara digital," ungkap Dedy.
Lebih jauh ia menerangkan, peluang sektor digital di masa pandemi sangat luar biasa. Di saat industri lain melambat, sektor Infokom justru masih positif di 2020 dan2021. "Sektor Infokom menjadi satu satunya sektor yang tumbuh positif sepanjang kuartal satu (Q1), Q2, dan Q3 2020, yakni 10,7% 10,72%, dan 10,91%. Hal ini menunjukkan bahwa ada optimisme dan peluang di sektor digital," ucapnya.
Di tengah peluang, diakuinya, ada tantangan yang harus dihadapi, yakni bagaimana orang yang memakai digital dan media sosial untuk melakukan kegiatan positif. "Selain itu, saat ini, sudah muncul isu Metaverse," urainya.
Ditambahkan Bonifasus Wahyu Pudjanto, Direktur Pemberdayaan Informatika Kominfo, menurut catatan Kominfo di 2022, konten yang paling banyak di take-down adalah pornografi (1,1 juta konten), konten negatif (565,4 ribu), dan perjudian online (441,09 ribu).
"Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan konten positif di digital, termasuk meningkatkan talenta digital. Pentingnya talenta digital ini sejalan dengan kontribusi tenaga kerja yang bertalenta digital sebesar Rp 4.434 triliun ke PDB Indonesia pada 2030 mendatang," tutup Boni.