Categories: News Trend

Ini 10 Keterampilan PR Versi 4.0 yang Harus Dimiliki Profesional PR

Lebih jauh ia menegaskan, ada 10 keterampilan praktis yang sering tidak diajarkan jurusan PR. Pertama adalah Media Monitoring & Reporting, berupa kemampuan memantau liputan media dan menyusun laporan pemberitaan media dan tren tentang suatu topik.

Kedua, Undangan Media, yakni memilih, menyusun dan mengundang media untuk acara pers, konferensi, wawancara, kunjungan, dan acara terkait media lainnya.

Ketiga, Distribusi Siaran Pers dan Story Pitch, yakni berupa keterampilan dalam mendistribusikan siaran pers secara efektif dan menawarkan ide cerita kepada jurnalis dan media.

Keempat, Pengembangan Story Matrix, yakni kemampuan mengembangkan kerangka kerja strategis untuk bercerita dan menyampaikan pesan di berbagai platform.

Kelima, Mengelola Konferensi Pers / Media Gathering, yakni kemampuan merencanakan, mengorganisir, dan melaksanakan konferensi pers maupun acara media lainnya.

Keenam, Manajemen Media Sosial, yakni memahami berbagai platform dan tools media sosial, perencanaan kolaborasi, manajemen influencer/KOL, pengembangan konten, produksi, dan analisis.

Ketujuh, Pengukuran dan Evaluasi, yakni memahami teknik pengukuran dan mengenal metode evaluasi dasar, termasuk model AMEC (International Association for Measurement and Evaluation of Communication) untuk menganalisis efektivitas PR.

Kedelapan, Dokumen Briefing / Komunikasi, yakni kemampuan menyusun dokumen briefing atau pedoman komunikasi untuk panduan aktivitas dan kampanye PR.

Kesembilan, Menyusun Dokumen RFP, yakni kemampuan memahami dan menyiapkan dokumen Request for Proposal (RFP) untuk mengajukan permintaan jasa PR kepada agensi atau vendor.

Kesepuluh, Model PESO dan Merged Media, yakni memahami model PESO (Paid, Earned, Shared, Owned) dan kemampuan mengintegrasikan berbagai saluran media sebagai bagian dari kampanye PR yang komprehensif.

Tak hanya minus keterampilan praktis, menurut Harry, ada juga ketidakseimbangan serapan yang terjadi di bidang PR saat ini. Ada tiga faktor penyebabnya, yakni kurikulum yang lebih banyak teori; kurangnya paparan terhadap tools dan teknologi yang berkaitan dengan industri; dan kurangnya program pelatihan dan magang yang baik.

Page: 1 2 3

Dwi Wulandari

Recent Posts

Konsumen Indonesia Lebih Berhati-hati Berbelanja

MIX.co.id – Tingkat kepercayaan diri konsumen Indonesia ternyata tidak seoptimistis sebelumnya, yaitu setelah post-pandemic atau…

13 hours ago

Dorong Pertumbuhan Ekonomi Digital, PINTU Perluas Edukasi Pasar

MIX.co.id - Data yang dirilis Statista menyebutkan, perusahaan fintech (financial technology) tumbuh signifikan dari 51…

20 hours ago

REJO Pamerkan Produk Inovatif di World Tobacco Asia 2024

MIX.co.id – REJO, merek produk perintis Heat Not Burn (HNB), berpartisipasi dalam pameran World Tobacco…

1 day ago

Gandeng Era Soekamto, Oreo Luncurkan Kemasan Bermotif Wastra

MIX.co.id - Merayakan Hari Batik Nasional, Oreo, sebagai brand unggulan dari Mondelez Indonesia, meluncurkan edisi…

1 day ago

Tokuyo Meriahkan Taiwan Excellence Happy Run 2024

MIX.co.id – Tokuyo, produsen alat kesehatan, mencuri perhatian pengunjung di ajang Taiwan Excellence Happy Run…

1 day ago

Searce Makin Agresif Garap Market AI di Indonesia

MIX.co.id – Indonesia merupakan pasar potensial bagi industri teknologi Artificial Intelligence (AI). Market size AI…

1 day ago