Ini 8 Temuan “EF English Proficiency Index 2020”

EF Education First resmi merilis EF English Proficiency Index (EF EPI) edisi tahun 2020. Studi ini menganalisis data 2,2 juta orang bukan penutur asli bahasa Inggris dari 100 negara dan wilayah, termasuk Indonesia. Tahun ini, Belanda tetap menduduki posisi pertama, sedangkan Denmark dan Finlandia menyusul di posisi kedua dan ketiga. Sementara itu, Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-74.

Dituturkan Dr. Christopher McCormick, EF Executive Vice President for Academic Affairs, “Walaupun tahun 2020 dapat dianggap sebagai tahun yang penuh tantangan, situasi ini juga menyoroti pentingnya komunikasi yang jelas dan kerja sama lintas batas. Sebagai bahasa pengantar global, Bahasa Inggris terus menyatukan manusia dari berbagai negara. Untuk itu, EF EPI memuat wawasan berharga bagi para pembuat kebijakan dalam mengevaluasi dan memperkuat kemampuan pembelajaran bahasa bagi organisasi maupun pemerintah mereka.”

Lebih jauh ia menjelaskan, EF EPI menggunakan nilai tes dari EF Standard English Test (EF SET), tes Bahasa Inggris standard yang tersedia secara gratis pertama di dunia. EF SET telah digunakan di berbagai negara oleh ribuan sekolah, perusahaan, dan pemerintah untuk tes berskala besar.

Pada studi EF EPI 2020, terungkap sejumlah temuan utama. Pertama, dampak penggunaan Bahasa Inggris dalam berjejaring tidak pernah sebesar ini. Semakin banyak orang yang bertutur dalam bahasa Inggris, maka semakin bermanfaat pula Bahasa Inggris bagi individu, bisnis, maupun negara untuk dapat mengakses sumber daya dan peluang.

Kedua, meskipun kecakapan bahasa Inggris Eropa secara konsisten kuat, kecakapan 27 dari 33 negara di benua tersebut mengalami peningkatan sejak tahun lalu. Kecakapan bahasa Inggris Rusia telah membaik, sehingga negara ini kembali masuk ke dalam kelompok kecakapan Sedang, setelah tahun lalu sempat merosot ke kelompok kecakapan Rendah.

Ketiga, kesenjangan terbesar antara peraih nilai tertinggi dan terendah dari seluruh kawasan, terdapat di Asia. China terus memperlihatkan peningkatan, sementara India menurun dari kecakapan Sedang ke Rendah.

Keempat, tren peningkatan Amerika Latin terus berlanjut, walaupun Meksiko mengalami penurunan yang signifikan.

Kelima, rata-rata keseluruhan Afrika meningkat secara signifikan, tetapi kesenjangan antara negara dengan kecakapan tinggi dan negara dengan kecakapan rendah tetap lebar. Sebagian besar negara di benua ini masih belum memiliki data tes Bahasa Inggris yang dapat dimasukkan ke dalam EF EPI.

Keenam, di seluruh dunia, orang-orang berusia 26–30 tahun memiliki kecakapan bahasa Inggris tertinggi, namun orang dewasa yang berusia di atas 40 tahun memperoleh nilai lebih baik dibandingkan orang-orang berusia 18–20 tahun. Ini sekaligus menegaskan peran universitas dan tempat bekerja dalam mengembangkan kemampuan berbahasa Inggris.

Ketujuh, sektor pemerintah, pendidikan, dan kesehatan berada di urutan terbawah dalam peringkat industri. Persaingan di sektor swasta mendorong banyak perusahaan secara aktif mengutamakan kecakapan bahasa Inggris dan berinvestasi dalam mengembangkan kemampuan berbahasa Inggris. Jika dibandingkan dengan sektor swasta, kemampuan bahasa Inggris di sektor publik tertinggal jauh.

Kedelapan, untuk pertama kalinya, Armenia, Tajikistan, dan Rwanda memiliki data yang cukup untuk dimasukkan ke dalam EF EPI.

“Tahun ini, skala penilaian EF EPI berganti menjadi 800 poin untuk menghindari kebingungan dari skala sebelumnya yang menyerupai persentil. Seiring dengan penggunaan skala baru ini, penjelasan tentang konversi nilai EF EPI ke Common European Framework of Reference for Languages (CEFR) turut disertakan di dalam laporan,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)