Mobile advertising begitu tumbuh subur di Indonesia. Terbukti, di tingkat global, Indonesia menempati posisi kedua setelah Amerika untuk penggunaan mobile advertising. Tingginya penggunaan mobile advertising dipicu oleh lonjakan penetrasi internet dan smartphone di Indonesia, termasuk telepon selular.
Presiden Direktur dan CEO Indosat Alexander Rusli
Merujuk data study Ad Reaction 2014 oleh MillwardBrown, ternyata Indonesia menempati posisi kedua di dunia dalam mengakses smartphone. Setiap harinya, orang Indonesia mengakses smartphone sekitar 181 menit. Angka itu, di atas rata-rata pengguna smartphone di global, yang hanya 147 menit per hari.
Hal yang sama terjadi di perangkat tablet. Indonesia menempati posisi kedua setelah Filipina. Yakni, dengan waktu akses di perangkat tabletnya mencapai 110 menit per hari. Angka itu jauh di atas rata-rata waktu akses pengguna tablet di global, yang hanya 50 menit per hari.
Buntutnya, menurut laporan emarketer.com, dari total belanja iklan di Indonesia yang mencapai $ 9,82 miliar pada tahun 20014, belanja iklan di digital—termasuk mobile—hanya sebesar $ 0,46 miliar. Itu artinya, dari total belanja iklan di berbagai media, mobile advertising baru berkontribusi sebesar 0,4%. Padahal, data lainnya menunjukkan bahwa lebih dari 60% publisher memperoleh traffic terbesar justru dari mobile. Sayangnya, yang dapat dimonetisasi masih di bawah 5%. Mirisnya lagi, bisnis mobile advertising di Indonesia masih dikuasai oleh asing, yakni Google dan Facebook.
Tak mengherankan, jika fakta itu membuat “gerah” salah satu brand telekomunikasi raksasa di Indonesia, Indosat. Indosat justru menilai kondisi itu sebagai tantangan sekaligus peluang besar. Meski dinilai masih kecil, bagi Indosat, mobile advertising adalah bisnis masa depan. Oleh karena itu, Indosat tak ragu untuk massif memonetisasi database yang mereka miliki, dengan menghadirkan perusahaan patungan bersama Smaato, dengan bendera Indonesia Mobile Exchange (IMX). Orang Indosat, Citra Damayani Agus, pun ditempatkan searai CEO IMX.
Presiden Direktur dan CEO Indosat Alexander Rusli di sela-sela acara buka puasa bersama media di kantor pusat Indosat pada akhir Juni lalu (25/6), mengungkapkan "Orang banyak tidak tahu bahwa titik pengguna mobile advertising di seluruh dunia itu lebih banyak di Indonesia. Indonesia menempati posisi kedua setelah Amerika. Masak, sebagai negara nomor dua di dunia untuk mobile advertising, kami tidak memanfaatkannya. Tentu tidak masuk akal. Itulah alasannya mengapa kami harus mengambil peluang ini segera."
Lantaran Indosat sebagai perusahaan telekomunikasi tidak punya advertising skill, maka Indosat menggandeng Smaato, untuk kemudian membuat usaha patungan, IMX. IMX pun memanfaatkan model bisnis yang digunakan Google. Toh, selama ini pendapatan Google nomor satunya bukan dari iklan mereka sendiri. Melainkan, menjadi fasilitator, publisher, sekaligus advertiser.
"Dengan bisnis model seperti Google, IMX mempunyai produk Ini Pasar Kita, kami memberikan visibility kepada pengiklan seputar ruang-ruang iklan yang dapat dimanfaatkan. Kami memang fokus di mobile saja. Selama ini, pengiklan memang melakukan deal-nya dengan advertising company. Ke depan, mungkin modelnya tetap akan seperti itu, namun advertiser juga bisa melakukan deal langsung," terang Alex.
Bagaimana sepak terjang Indosat dalam menyeriusi bisnis mobile advertising, yang hingga kini nilainya masih terhitung sangat kecil itu? Simak wawancara lengkapnya di Majalah Mix.