Ini Pandangan Pelaku Bisnis di Indonesia tentang Implementasi EBT

Eaton baru saja merilis hasil studi tentang “Masa Depan Pengelolaan Daya di Kawasan Asia-Pasifik“ di Singapura, Australia, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Riset yang dilakukan dengan menggandeng Blackbox Research ini dilakukan terhadap 180 profesional yang memiliki peran dalam pengelolaan daya. Riset dilakukan pada Desember 2020 dan Januari 2021. Sebanyak 30 responden dari masing-masing negara dipilih untuk mewakili perusahaan lokal, multinasional dan BUMN dari berbagai sektor.

Hasilnya menunjukkan bahwa lebih dari empat dari lima perusahaan (83%) di Indonesia memandang peningkatan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) sebagai prioritas bisnis utama. Itu artinya, menjadikan EBT sebagai hal kedua tertinggi dalam agenda mereka. Sementara itu, 53% bisnis di pasar Asia Pasifik (APAC) yang disurvei mengatakan implementasi EBT adalah prioritas mendesak.

Selain meningkatkan penggunaan EBT, biaya dan pengoptimalan energi (87%) dan mengurangi penggunaan energi (70%) dipilih sebagai prioritas langsung utama bagi bisnis di Indonesia. Bisnis menyebutkan penghematan biaya (77%), tujuan keberlanjutan (63%), dan rencana bisnis berkelanjutan (63%) adalah alasan mengapa mereka mengutamakan prioritas tersebut.

Dengan permintaan listrik yang diprediksikan akan naik dua kali lipat di dekade mendatang, maka ketertarikan Indonesia dalam EBT dan efisiensi energi dipengaruhi oleh komitmen pemerintah terhadap pertumbuhan energi rendah karbon.

Bukti dari kedekatan hubungan antara bisnis dan negara terlihat dari tingginya kesadaran akan inisiatif pemerintah terkait penghematan energi di dunia bisnis di Indonesia (97%). Angka tersebut berada di atas persentase rata-rata APAC, yaitu 81%. Tingkat partisipasi dunia bisnis yang memahami skema pemerintah tersebut (83%) juga merupakan yang kedua tertinggi di wilayah APAC, setelah Australia.

Sementara itu, studi ini juga menunjukkan, dampak Covid-19 terhadap investasi pengelolaan daya di Indonesia membuat dua dari lima perusahaan melaporkan penurunan atau penundaan investasi, dan menyatakan mengalami kekurangan atau pengalihan dana atau tenaga kerja (86%).

Selanjutnya, dua dari lima responden juga mengatakan melakukan percepatan atau peningkatan dalam investasi, karena pengelolaan daya adalah kunci dari rencana perluasan perusahaan mereka (46%) dan perubahan dalam lingkungan bisnis dibutuhkan untuk transformasi yang lebih cepat (38%).

Terlepas dari dampak pandemi yang beragam, mayoritas perusahaan Indonesia (87%) ingin mengimplementasikan solusi pengelolaan daya yang baru dalam satu hingga tiga tahun mendatang, yang menempatkan Indonesia di bawah Australia (90%). Alasan ketertarikan mereka untuk mengadopsi teknologi baru meliputi efektivitas biaya (65%) dan keberlanjutan (58%) dalam pengelolaan daya.

Sehubungan dengan kekuatan dinamis dan lanskap keberlanjutan Indonesia, banyak bisnis di Indonesia mengatakan peraturan pemerintah dan industri yang terus berubah (57%) sebagai tantangan utama.

“Perusahaan di Indonesia memberikan tanggapan positif terhadap pentingnya keberlanjutan yang berkembang. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, bisnis harus mempertimbangkan prioritas mereka dengan cermat, bekerja sama lebih dekat lagi dengan mitra strategis, serta mengidentifikasi dan mengimplementasikan teknologi yang dapat mendukung tujuan bisnis dan energi mereka dengan baik,” ujar Isabel Chong, Country Manager untuk Singapura, Indonesia dan Malaysia, Eaton.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)