Kelima, Kerangka Kerja Anti-Pelaku Ancaman Akan Berkembang. Seiring dengan terus berkembangnya strategi pelaku kejahatan siber, komunitas keamanan siber global juga dapat mengembangkan langkah-langkah responsif yang setara. Upaya kolaborasi global, kemitraan antara sektor publik dan swasta, serta pengembangan kerangka kerja untuk menghadapi ancaman adalah langkah-langkah penting untuk meningkatkan ketahanan kolektif. Berbagai upaya terkait—seperti Cybercrime Atlas dari World Economic Forum, yang didukung oleh Fortinet sebagai anggota pendiri—sudah berjalan, dan Fortinet memperkirakan lebih banyak inisiatif kolaboratif akan muncul untuk secara signifikan mengganggu aktivitas kejahatan siber.
Ditambahkan Edwin Lim, Country Director Fortinet Indonesia, seiring dengan terus berkembangnya taktik pelaku kejahatan siber, tahun 2025 diperkirakan akan membawa gelombang baru serangan yang sangat terfokus dan didukung oleh AI. Mulai dari meningkatnya layanan Cybercrime-as-a-Service hingga konvergensi antara ancaman siber dan fisik, tren ini mencerminkan bagaimana para pelaku ancaman mendorong batasan untuk melancarkan serangan yang lebih presisi dan berskala besar. Prediksi Fortinet menegaskan pentingnya bagi organisasi untuk mengantisipasi dan beradaptasi dengan lanskap ancaman yang semakin dinamis.
“Kerugian yang ditimbulkan dari insiden siber tidak hanya berkaitan dengan dampak finansial langsung dari pembayaran tebusan. Biaya signifikan yang terkait dengan upaya pemulihan, dapat melebihi jumlah tebusan awal. Meskipun organisasi memilih untuk membayar, tidak ada jaminan bahwa data mereka akan sepenuhnya dipulihkan. Ketidakpastian ini menambah lapisan risiko lain dalam proses pengambilan keputusan selama insiden siber," ucapnya.
Pemulihan dari insiden siber seringkali memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan. Edwin menyebutkan bahwa 50% organisasi melaporkan waktu pemulihan yang melebihi satu bulan, dengan beberapa kasus yang mungkin memakan waktu jauh lebih lama. Keterlambatan ini dapat berdampak serius pada operasi bisnis dan reputasi.
“AI dapat menganalisis sejumlah besar data dengan cepat, membantu organisasi mengidentifikasi dan merespons ancaman dengan lebih efektif. Penting sekali mengintegrasikan AI ke dalam strategi keamanan untuk tetap unggul dari para penjahat siber," katanya.
Kejahatan siber semakin kolaboratif dan terstruktur, dengan banyak aktor yang terlibat dalam mengoordinasikan serangan. Kompleksitas ini memerlukan kerangka keamanan yang kuat yang dapat beradaptasi dengan ancaman yang terus berkembang.
"Perlunya kesadaran publik yang lebih besar mengenai keamanan siber. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk memberdayakan individu dan organisasi dalam mengenali dan mengurangi potensi ancaman,” sarannya.