Institut Pandya Astagina Gelar Program Edukasi tentang Penamaan dan Hak Paten Merek

Sebagai pembeda dari produk maupun jasa, merek menjadi elemen kunci dalam sebuah bisnis. Alih-alih, merek tak memiliki kekuatan hukum, maka perusahaan berpotensi menghadapi masalah. Contohnya, kasus di luar negeri yang dialami perusahaan Food & Beverages asal India yang menggugat perusahaan pelopor mi instan atas penggunaan merek “Maggixtra - delicious Magical Masala”.

Menurut penggugat, tergugat telah melakukan pendaftaran merek “Maggixtra - delicious Magical Masala” dengan itikad tidak baik dan bertujuan untuk mendompleng keterkenalan merek “Sunfeast Yippie! Noddles Magic Masala” milik penggugat. Selain itu, penggunaan kata kemasan pada produk mi instan tergugat juga dipermasalahkan sebagai tindakan Passing-Off oleh penggugat.

Sayangnya, dalam sengketa tersebut, majelis hakim menolak gugatan tersebut. majelis hakim berpendapat bahwa penggunaan kata “Magic” atau “Magical” merupakan kata umum yang bersifat menonjolkan rasa dari kedua produk dan kata “Masala” adalah jenis garam yang diolah dengan dari rempah-rempah dan merupakan istilah yang umum dalam industri makanan.

Di Indonesia, Mahkamah Agung telah mencatat terjadinya sengketa merek akibat kemiripan nama. Antara lain, Sis Continents Hotels, Inc. pemilik “HOLIDAY INN” & “HOLIDAY INN RESORT” dengan PT Lombok Seaside Cottage yang pemilki “HOLIDAY RESORT LOMBOK”. Kemuduan, ada juga PT Puri Intirasa “WAROENG PODJOK” yang melawan Rusmin Soepandhi “Warung Pojok” & “Warung Pojok Kopi”.

Berkaca pada kasus tersebut, Institut Pandya Astagina bekerja sama dengan Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum, Universitas Pelita Harapan (UPH), dan Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual Indonesia (AKHKI) menggelar program edukasi melalui diskusi virtual atau webinar pada hari ini (22/2). Tema yang dihadirkan pada webinar ini adalah "Itikad Tidak Baik dalam Penggunaan Kata Umum (Deskriptif) Sebagai Merek & Bagaimana Membangun Daya Pembeda Suatu Merek Agar Menjadi Distinctive Dibandingkan Merek Lain yang Sudah Terdaftar”.

Pada kesempatan itu, dihadirkan sejumlah pembicara, seperti Dr. Ibrahim, S.H., M.H., LL.M (Mahkamah Agung R.I); Dr. Suyud Margono, S.H., M.H. (Praktisi/AKHKI); Nofli, Bc.I.P, S.Sos. S.H., M.SI, (Direktur Merek dan Indikasi Geografis, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM RI); dan T. Didik Taryadi, S.H., (Kepala Subdit Pemeriksaan, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM RI).

Dikatakan Suwantin Oemar, S.H., Ketua Institut Pandya Astagina, “Kami berharap webinar ini, dapat menjadi ruang diskusi untuk menghasilkan tolak ukur dan pertimbangan yang tepat dari Kantor Merek, hakim, dan/atau pejabat terkait, dalam menilai apakah suatu merek memiliki unsur kata umum/deskriptif, serta menyepakati secara luas unsur-unsur yang dapat dianggap sebagai ‘daya pembeda” atas suatu merek.”

Lebih jauh ia menjelaskan, mendaftarkan suatu merek merupakan aspek penting bagi para pemilik merek. Selain untuk memperoleh kekuatan hukum, langkah itu juga untuk membuat merek tersebut diakui keberadaannya oleh konsumen.

“Pemilik produk seringkali menamai merek dengan penggunaan kalimat dan atau kata yang mencerminkan asosiasi yang tinggi pada produk tersebut, baik secara bentuk, fungsi, maupun kualitasnya. Tujuannya, agar mempermudah konsumen dalam menentukan produk yang akan dikonsumsi,” katanya.

Sayangnya, ada banyak merek yang menggunakan unsur-unsur kata atau kalimat yang hampir serupa antara satu sama lainnya. “Akibatnya, tidak saja berpotensi menimbulkan konflik di antara pemilik merek tersebut, tetapi juga berpotensi menimbulkan kebingungan bagi konsumen dari jasa atau produk tersebut,” ucapnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)