JOMO VS HARBOLNAS: BERANI MELEWATKAN DISKON BESAR?

Harbolnas sering dianggap momen belanja wajib dengan diskon besar. Tapi, apakah membeli semua yang diinginkan benar-benar membawa kebahagiaan? Konsep JOMO mengajarkan untuk menemukan kepuasan dengan melewatkan godaan belanja tanpa perlu merasa rugi.

.

.

Setiap tahun, Harbolnas (Hari Belanja Online Nasional) menjadi momen besar bagi konsumen di Indonesia. Pada momen ini, banyak merek yang menawarkan diskon besar-besaran, promosi menarik, dan kampanye pemasaran yang menggoda. Tujuannya adalah untuk membuat banyak orang tergiur untuk membeli barang, bahkan yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan.

Fenomena ini mencerminkan budaya konsumsi modern. Pada momen ini kepuasan sering kali diukur dari seberapa banyak barang yang berhasil dibeli.

Dorongan untuk membeli sebanyak mungkin selama Harbolnas sering kali didasari oleh rasa takut ketinggalan atau kehilangan kesempatan, yang dikenal dengan istilah fear of missing out (FOMO). Perasaan ini membuat banyak orang terjebak dalam siklus konsumsi impulsif yang tidak selalu membawa kepuasan jangka panjang. Di sinilah konsep JOMO (The Joy of Missing Out) menawarkan sudut pandang yang berbeda untuk melihat fenomena in

Tahun 2019,  Svend Brinkmann menulis buku The Joy of Missing Out. Menurut Svend Brinkmann JOMO atau The Joy of Missing Out adalah konsep yang menekankan kebahagiaan yang ditemukan ketika seseorang melepaskan dorongan untuk selalu mengejar semua hal atau memenuhi semua keinginan.

JOMO mengajak orang untuk menerima keterbatasan dan fokus pada hal-hal yang benar-benar bermakna, daripada terjebak dalam budaya modern yang mendorong konsumsi berlebihan dan pencapaian tanpa henti. Dalam JOMO, melewatkan sesuatu bukanlah kehilangan, melainkan cara untuk membebaskan diri dari tekanan sosial dan menemukan kepuasan sejati.

Dalam konteks Harbolnas, momen belanja nasional itu seakan mengajarkan bahwa Harbolnas bisa dilihat bukan hanya sebagai ajang konsumsi, tetapi juga sebagai kesempatan untuk merenungkan pentingnya menahan diri dan menemukan kebahagiaan tanpa harus selalu memenuhi keinginan. Harbolnas juga bisa menjadi momen refleksi tentang bagaimana mengatur keinginan dan menemukan kebahagiaan di luar konsumsi.

Harbolnas dirancang untuk mendorong konsumsi melalui diskon besar dan penawaran terbatas waktu. Iklan-iklan yang mengajak konsumen untuk "belanja sekarang atau rugi" menciptakan perasaan terburu-buru yang dikenal dengan istilah fear of missing out (FOMO). Dalam situasi ini, banyak orang merasa khawatir jika melewatkan kesempatan membeli barang dengan harga murah. Akibatnya, konsumen sering kali terjebak dalam perilaku impulsif. Mereka membeli barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan, hanya karena tergoda oleh promosi.

Namun, setelah momen belanja berakhir, banyak konsumen mengalami "penyesalan belanja" (buyer's remorse). Barang yang dibeli ternyata tidak sesuai harapan, atau lebih buruk lagi, tidak benar-benar dibutuhkan. Fenomena ini memperlihatkan bagaimana budaya belanja online, terutama saat Harbolnas, dapat membuat orang menjadi budak dari keinginan mereka sendiri.

Konsep JOMO adalah kebalikan dari FOMO. Jika FOMO membuat orang takut melewatkan sesuatu, JOMO mengajarkan bahwa melewatkan sesuatu justru bisa membawa kebahagiaan. Dalam konteks Harbolnas, JOMO berarti berani melewatkan godaan belanja yang tidak perlu, dan fokus pada hal-hal yang benar-benar penting.

Pages: 1 2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)