Ramadhan tidak hanya ditunggu oleh umat Islam, agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia, melainkan juga oleh marketers yang sudah menyiapkan program-program pemasarannya sejak awal tahun untuk menggarap masa panen Ramadhan. Maklum, aktivitas konsumsi pada season ini biasanya meningkat tajam sehingga marketers memanfaatkannya sebagai momentum marketing.
Kemeriahan Ramadhan sebagai bulan konsumsi ini makin terasa seiring dengan meningkatnya kesejahteraan umat Islam. Sebuah penelitian empiris yang dilakukan oleh Yuswohady, pakar pemasaran yang juga penulis buku best seller marketing, menunjukkan bahwa kelas menengah muslim Indonesia saat ini telah berkembang. Mereka makin kaya, makin pintar, dan makin relijius. “Mereka high consumption, high investment, high giving,” kata Siwo, demikian penggiat Sedekah Ilmu “Komunitas Memberi” ini biasa disapa.
Siwo menyebut Gen M—kependekan dari Generation Muslim—atau kelas menengah muslim ini sebagai segmen yang sangat potensial, incaran para pengelola merek dari beragam industri. Merujuk data PT Sofyan Hospitality International, pada 2016 tingkat konsumsi muslim di tingkat global menyentuh US$ 1,8 triliun; sementara di Indonesia mencapai US$ 225,7 miliar per tahun. Dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan industri yang mengusung konsep halal di Indonesia mencapai 40%. Industri ini terdiri dari pakaian, makanan, hotel, kosmetik, dan syariah finansial.
Siwo lalu menunjukkan empat gaya hidup yang tengah menjadi tren di kalangan Gen M—yang peluangnya bisa ditangkap oleh para pemasar Indonesia. Trend gaya hidup Gen M ini adalah Hijabers Lifestyle, ditandai dengan hadirnya komunitas hijabers yang dengan ikon designer baju muslim Dian Pelangi. Trend kedua adalah Sharia Lifestyle yang ditandai maraknya praktik perbankan syariah. Ketiga, Halal Lifestyle yang ditandai dengan makin maraknya produk dan layanan yang mengusung konsep halal sebagai added value dari brand. Dan keempat adalah Giving Lifestyle, yang ditandai dengan agresifnya para pengelola zakat seperti Dompet Dhuafa, Baznas, Rumah Zakat dan sebagainya dalam menarik zakat dan menyalurkannya kepada yang berhak. Gaya hidup digital yang menyentuh Gen M juga mendorong terciptanya e-commerce yang membidik muslim seperti Hijabenka, Muslim Market, dan Hijup; dan Fintech seperti Truemoney dan Indves.
Menurut Yuswohady, Gen M di Indonesia sudah melewati dua periode revolusi. Pertama adalah Revolusi Hijab pada 2010, yang ditandai dengan makin banyaknya wanita muslim berhijab dengan tampilan modern, sylish, colorful dan fashionable—hijab tidak lagi dipandang sebagai kostum ala “emak-emak”.
Periode berikutnya adalah Revolusi Halal pada 2010, di mana akan makin banyak produk atau layanan yang mengusung konsep halal. Mengapa? Lantaran, pada 2019 Pemerintah harus sudah menerapkan peraturan yang mewajibkan semua produk mendeklarasikan kehalalannya lewat sertifikat—kalaupun produk tersebut tidak halal, juga harus jelas labelnya. Peraturan ini sudah diamanatkan dalam UU No. 33 JPH 2014.
Menilik sejarah, menurut Siwo, berkembangnya sektor industri yang menyasar segmen muslim di Indonesia (The Growth Years) dimulai pada 2006 yang ditandai dengan berkembangnya produk-produk halal dari berbagai kategori seperti komestik, sekolah Islam, hotel syariah, media islam, hingga fesyen muslim—di mana di dalamnya ada revolusi hijab. Siwo menyebut The Growth Years ini sebagai periode ketiga (berlangsung pada 2006 hingga 2015) dari empat periode pembentukan GenM di Indonesia (The Formative Experiences of #GenM
). Periode keempat yang disebut sebagai The Harvests Years (dimulai pada 2016) ditandai dengan terpilihnya Lombok sebagai destinasi halal terbaik; berlangsungnya revolusi halal akan membawa dampak pada pertumbuhan produk/jasa halal secara nasional; dan proyeksi Indonesia menjadi kiblat fesyen muslim dunia pada 2020.
Siwo menuangkan seluruh riset empirisnya tentang Generasi Muslim Indonesia ini pada buku bertajuk GenM #GenerationMuslim “Islam Itu Keren” yang diterbitkan pada Desember tahun lalu. Pada buku ituSiwomenyarankan enam strategi untuk menggarap Gen M. Strategi pertama adalah menjadi bagian dari Pop Culture, seperti halnya yang dilakukan oleh Wardah. Kedua, memanfaatkan Influencer dalam dalam setiap kampanye komunikasi maupun pemasaran. Ketiga, tidak sekadar mencantumkan logo halal (beyond halal logo). Keempat, menjadikan komunitas sebagai kanal penjualan. Kelima, content is the king, alias merancang konten dengan efektif. Keenam, menciptakan cerita (create a story), seperti halnya yang dilakukan oleh ritel Tip Top. (Dwi)