Kekhawatiran dan Optimisme Konsumen Indonesia

Kuartal I 2015 kondisi ekonomi Indonesia lesu. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi pada periode itu hanya 4,7%. Padahal, pada periode yang sama tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,14%. Kepala BPS Suryamin mencatat ada beberapa faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat pada kuartal I 2015, ditinjau dari sisi produksi dan pengeluaran.

ekonomi-indonesiaDari sisi produksi, faktor-faktor tersebut terdiri atas menurunnya produksi pangan, kontraksi pada sektor produksi minyak mentah dan batu bara—sehingga industri kilang minyak mengalami pertumbuhan negatif, penurunan suplai barang impor yang berimbas pada melambatnya distribusi perdagangan, serta terlambatnya realisasi belanja infrastruktur. Sementara itu, faktor-faktor yang berkontribusi ditinjau dari sisi pengeluaran terdiri atas melambatnya konsumsi rumah tangga (kecuali makan dan minuman, tembakau serta perumahan dan perlengkapan rumah tangga), melambatnya pertumbuhan belanja barang, rendahnya realisasi belanja modal pemerintah, serta turunnya nilai impor barang modal. Melambatnya pertumbuhan ekonomi tersebut pada akhirnya turut berpengaruh pada menurunnya daya beli masyarakat.

Ahmad Heri Firdaus, peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance seperti dikutip dari situs http://ekbis.sindonews.com, berpendapat bahwa turunnya daya beli masyarakat tidak terlepas dari faktor kebijakan di awal pemerintahan yang tidak terkoordinasi dengan baik dalam menjaga komoditas kelompok administered price (harga yang diatur pemerintah) serta diperparah dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Sementara itu, Ekonom The Indonesia Economic Intelligence Sunarsip berpendapat bahwa melemahnya daya beli masyarakat disebabkan oleh kenaikan harga berbagai komoditas secara bertubi-tubi. Sejak awal tahun masyarakat telah menghadapi lonjakan harga beras, kenaikan harga BBM dan elpiji ukuran 12 kg, tarif tenaga listrik, tarif kereta api kelas ekonomi serta tarif tol.

Melambatnya pertumbuhan ekonomi dan melemahnya daya beli masyarakat pada akhirnya membuat berbagai jenis industri di Indonesia mengalami imbasnya. Para pelaku UMKM pakaian berjualan di Thamrin City banyak yang terpaksa harus menutup tokonya akibat sepinya pembeli (www.poskotanews.com). Tidak hanya industri UMKM saja yang terkena imbasnya, namun juga perusahaan besar. PT Holcim Indonesia Tbk. misalnya, menurut berita yang dilansir oleh http://market.bisnis.com, pada kuartal I 2015 laba bersih menurun 89,7% menjadi Rp33 miliar dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai Rp323 miliar.

Walaupun pertumbuhan ekonomi melambat serta daya beli masyarakat menurun, saat ini indeks Consumer Confidence di Indonesia masih relatif positif, meski Bank Indonesia (BI) mencatat penurunan indeks consumer confidence yang cukup tajam pada Maret-April 2015. Pada Maret 2015 consumer confidence index masyarakat Indonesia berada pada level 116.69, namun hanya berselang sebulan terjadi penurunan tajam. BI mencatat pada April 2015 consumer confidence turun menjadi 107.40. Namun menurut Bloomberg.com, indeks di atas 100 masih mengindikasikan optimisme (respon positif). Sebaliknya, jika nilai indeks consumer confidence berada di bawah 100 artinya masyarakat mengalami pesimisme.

Saat ini pemerintah sudah melakukan beberapa upaya untuk mengatasi kelesuan ekonomi ini. Misalnya dengan membuat rencana revisi peraturan tentang pajak barang mewah guna mendorong konsumsi masyarakat dan mempercepat penyerapan anggara belanja negara. Bagaimana hasilnya? Mari kita cermati dalam beberapa bulan ke depan.

Konsumen Khawatirkan Kondisi Ekonomi
Meski perekonomian cenderung melesu, konsumen Indonesia masih optimistis dengan keadaan keuangan pribadi mereka—sejak dulu konsumen Indonesia memang dikenal sebagai konsumen yang paling optimistis. Menurut survei online The Nielsen Company, konsumen Indonesia percaya keuangan pribadi mereka akan baik atau sangat baik dalam 12 bulan ke depan (naik 4% dibandingkan kuartal keempat 2014). Mereka juga percaya bahwa pasar lapangan kerja akan baik atau sangat baik dalam 12 bulan ke depan. Pandangan konsumen mengenai belanja juga masih positif di mana 56% konsumen mengindikasikan bahwa pada 12 bulan ke depan adalah waktu yang baik atau sangat baik untuk berbelanja barang yang mereka inginkan atau butuhkan.

Namun demikian, konsumen Indonesia ditengarai sebagai penabung paling antusias—75% responden menyatakan mengalokasikan kelebihan dana mereka untuk menabung, dibandingkan rata-rata 48% konsumen global, dan 51% Asia Pasifik. Selain menabung, lebih dari sepertiga (35%) konsumen menggunakan kelebihan dana mereka untuk berinvestasi di saham atau reksadana, sementara itu 41% konsumen mengalokasikan kelebihan dana mereka untuk berlibur.

Meski optimistis pada kondisi keuangan pribadi dan lapangan pekerjaan, sebagian dari mereka tetap mengkhawatirkan kondisi perekonomian negeri ini. Lebih dari sepertiga konsumen Indonesia (33%) menyebut keadaan ekonomi merupakan kekhawatiran terbesar mereka dalam enam bulan ke depan.

Di kuartal pertama 2015, secara mengejutkan tingkat kekhawatiran akan kriminalitas dan kesehatan juga meningkat tajam dan masuk dalam urutan lima teratas. Kriminalitas berada pada urutan kedua (23%) dan kesehatan di urutan kelima (14%). “Cukup mengejutkan bahwa kekhawatiran akan kriminalitas meningkat menjadi kekhawatiran tertinggi kedua bagi konsumen Indonesia. Tampaknya konsumen menganggap bahwa situasi ekonomi dalam enam bulan terakhir menjadi lebih sulit, dan itu dapat memicu terjadinya peningkatan tindak kejahatan.” tutur Agus Nurudin, Managing Director Nielsen Indonesia pada jumpa pers-nya di Jakarta baru-baru ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)