KGSB Ajak Guru Miliki Pemahaman Lintas Generasi

MIX.co.id - Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB) kembali menggelar webinar bertajuk “Menjembatani Generation Gap Antara Guru dan Siswa Melalui Keterampilan Sosial yang baik” pada pertengahan November ini (18/11). Dua narasumber dihadirkan pada webinar tersebut. Keduanya adalah Founder Rumah Guru BK dan Widyaiswara Kemendikbud Ristek RI, Ana Susanti, M.Pd. CEP, CHt., serta Dosen dan Psikolog Klinis Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya Nanda Rosalia, M.Psi. Webinar KGSB ini juga dihadiri oleh 200 guru dari berbagai jenjang pendidikan yang berasal dari seluruh Indonesia dan Timor Leste.

Dituturkan Ketua KGSB Ardyles Faesilio yang akrab disapa Lio, kesenjangan generasi berpotensi memicu konflik antara guru dan murid. “Generation gap ini rawan akan konflik bila ditangani dengan kurang baik, termasuk perbedaan pemahaman antara guru dan murid. Kesenjangan generasi antara guru dan murid seringkali menjadi pembatas atau hambatan dalam pembelajaran,” ucapnya.

Lebih jauh ia menjelaskan, kesenjangan pembelajaran sering terjadi di kelas antara guru dan murid. Umumnya, murid yang memiliki karakter menerima informasi dengan cepat, mereka juga sangat menyukai sesi paralel dan multi-tasking. Murid memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap proses belajar, pasalnya mereka memiliki akses informasi yang luas melalui berbagai platform dan cara.

Di sisi lain, pada umumnya guru memiliki karakteristik proses belajar yang lebih lambat, step by step, satu pelajaran sekali waktu, belajar secara individu, serta kurang yakin bahwa murid-muridnya dapat belajar dengan maksimal saat mereka melakukan banyak hal dalam satu waktu.

Dosen dan Psikolog Klinis Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya Nanda Rosalia menyampaikan bahwa guru harus memberi waktu dan usaha lebih banyak untuk mengamati bagaimana Gen Z memadukan diri dan kecakapan digital dalam kegiatan sehari-hari seperti berinteraksi, belajar, dan menjalankan aktivitas.

"Gen Z memiliki rasa ingin tahu yang tinggi tentang berbagai hal, khususnya hal-hal baru. Hal ini membuat mereka terpacu untuk mengetahui berbagai hal dari sumber-sumber informasi yang tersebar dan mudah diakses. Sebagai pendidik, kita harus bisa mengimbangi dan mengarahkan pada hal-hal yang positif,” saran Nanda.

Selain kesenjangan generasi, Gen Z juga mengalami ancaman terkait kesehatan mental. Mereka sangat takut akan kegagalan, Gen Z juga sangat menuntut diri sendiri untuk dapat berhasil dan tidak mengecewakan orang lain, akibatnya mereka takut untuk membuat suatu keputusan karena takut gagal.

Puncaknya jika hal ini tidak ditangani dengan benar, akan menimbulkan depresi, kecemasan, dan gangguan perilaku yang merupakan salah satu penyebab utama penyakit dan kecacatan di kalangan remaja.

Sementara itu, dikatakan Founder Rumah Guru BK dan Widyaiswara Kemendikbud Ristek RI, Ana Susanti, komunikasi menjadi kunci utama dalam mengatasi kesenjangan generasi. "Saling memahami lebih indah dibandingkan menghakimi antar generasi hanya karena berbeda. Jalin kolaborasi antar generasi, buka ruang, kesempatan saling berbagi, dan bekerja sama. Sebagai guru, lakukan analisis karakteristik lintas generasi serta dalam penyampaiannya gunakan metode komunikasi yang beragam sesuai generasi yang dituju,” ucapnya.

Untuk itu, kerja sama untuk memangkas kesenjangan antara guru dan murid ini harus dilakukan secara konsisten untuk hasil yang maksimal. Guru harus bisa lebih memahami anak didiknya dengan berbagai penyesuaian terhadap teknologi, perspektif dan perilaku.

“Kami berharap webinar ini dapat membuka perspektif baru bagaimana cara menumbuhkan pemahaman lintas generasi dan meminimalisir konflik antara guru dan murid yang timbul karena adanya kesenjangan generasi,” pungkas Lio.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)