MIX.co.id - Dalam upaya memperkuat pemahaman hukum dan advokasi untuk guru, Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB), menggelar webinar bertajuk “Waspada Kriminalisasi Guru, Pahami Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Pendidik”. Kegiatan yang bertujuan memperkuat pemahaman hukum bagi para guru ini diadakan secara daring akhir pekan lalu dan dihadiri lebih dari 200 peserta, baik yang merupakan anggota maupun non anggota KGSB.
Webinar tersebut diadakan sebagai respon atas maraknya kasus kriminalisasi guru di Indonesia, profesi yang sejak 2020 menjadi target CSR Satkaara Communication. Berbagai insiden kekerasan hingga pemolisian yang dialami guru, khususnya dalam konteks pengajaran dan pendisiplinan siswa, menunjukkan betapa rentannya tenaga pendidik terhadap jeratan hukum saat menjalankan tugasnya.
Dalam sambutannya, pendiri KGSB Ruth Andriani yang juga merupakan co-founder Satkaara Communication, menegaskan pentingnya pembahasan isu masalah ini sebagai upaya perbaikan sistem perlindungan hukum untuk mendukung tugas guru dalam melaksanakan tugas pendidikannya dengan aman dan nyaman. Menurutnya, kasus kriminalisasi guru sering kali terjadi karena kurangnya pemahaman akan batasan dalam mendisiplinkan siswa. Ia menyoroti bagaimana Undang-Undang Perlindungan Anak kerap menjadi dasar pemolisian terhadap guru.
“Kita perlu dukungan hukum yang jelas agar tindakan pendisiplinan tidak dianggap sebagai tindak kriminal. Namun, guru juga harus memahami batasan dalam mendisiplinkan siswa, tidak boleh ada kekerasan, baik fisik maupun verbal,” ujarnya tegas.
Rekomendasikan Paralegal untuk Guru
Untuk memberi pembekalan hukum yang kuat bagi para guru yang menjadi target CSR mereka, KGSB secara khusus mengundang Asfinawati, mantan Direktur YLBHI periode 2017-2021, dan juga merupakan Mantan Direktur LBH Mantan Direktur LBH Jakarta periode 2006-2009.
Advokad yang sekarang aktif sebagai pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu menjelaskan, perlindungan hukum sesuai Undang-Undang Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen sebenarnya sudah cukup kuat dalam mengatasi masalah-masalah yang potensial menjadi alat untuk mengkriminalisasi guru. Namun ia mengakui, implementasi perlindungan di lapangan sering kali tidak berjalan sesuai harapan.
Banyaknya kasus kriminalisasi guru yang terjadi, menurutnya, adalah cerminan tidak dilaksanakannya hukum acara pidana secara benar serta kurangnya literasi hukum, baik di kalangan guru maupun masyarakat. “Hukum sebenarnya sudah cukup kuat untuk melindungi guru, tetapi yang sering terjadi adalah salah penerapan hukum acara pidana,” katanya.
Terkait dengan upaya perlindungan terhadap tugas guru secara riil di lapangan, ia merekomendasikan pembentukan paralegal sebagai salah satu langkah advokasi hukum untuk guru. Paralegal adalah orang yang memiliki keterampilan hukum dan telah mengikuti pelatihan untuk membantu masyarakat yang bermasalah dengan hukum, namun bukan pengacara. Paralegal bekerja di bawah bimbingan pengacara atau dengan kemampuan hukum yang dinilai cukup.
Menurutnya, paralegal dapat menjadi pendamping hukum pertama bagi guru yang menghadapi masalah hukum. Keberadaan paralegal ini penting mengingat kebanyakan LBH berada di Pulau Jawa dan maksimal di ibukota kabupaten, sementara banyak guru yang domisilinya tersebar di berbagai pelosok tanah air.
“Paralegal adalah solusi praktis, terutama bagi guru di daerah pelosok yang jauh dari akses layanan hukum formal. Mereka bisa membantu menyusun kronologi, mendampingi di proses kepolisian, hingga memberikan konsultasi non-litigasi,” ujarnya seraya menambahkan bahwa pertolongan pertama yang paling penting adalah pendampingan pada BAP pertama yang sangat menentukan proses hukum selanjutnya.
Selain itu, Asfinawati juga merekomendasikan langkah strategis dalam bentuk kerja sama yang lebih erat, seperti penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU), antara organisasi guru dan kepolisian, untuk melindungi guru dalam menjalankan tugasnya. Sebelum itu, tambahnya, alangkah baiknya perlindungan secara internal di sekolah juga diperkuat dengan adanya Satuan Tugas (Satgas). Satgas ini tidak hanya bertugas untuk melindungi guru namun juga siswa dari berbagai potensi perundungan, pelecehan seksual dan ancaman yang membahayakan.
Lebih jauh lagi, webinar juga menyoroti perlunya memperkuat serikat profesi dan komunitas guru karena pada dasarnya guru juga tidak mungkin menyelesaikan permasalahan hukum seorang diri. Asfin mengajak serikat profesi guru dan komunitas semacam KGSB untuk membuat kajian tentang apa yang menjadi penyebab berbagai masalah hukum tersebut dari kedua sisi. Yaitu dari sisi apa yang menimpa guru dan di sisi lain apa yang dirasakan siswa.
Lebih jauh, webinar ini juga menyoroti pentingnya penegakan kode etik profesi guru yang dapat menjadi panduan dalam menangani kasus hukum terkait pendisiplinan. “Kode etik ini tidak hanya akan menjadi pedoman bagi guru tetapi juga bagi polisi dan pihak hukum lainnya dalam menilai apakah tindakan guru masuk kategori pelanggaran hukum atau tidak,” jelas Asfinawati.
Acara ditutup dengan harapan agar webinar ini dapat menjadi titik awal bagi perubahan sistemik dalam melindungi guru dari kriminalisasi. Tak lupa Ruth mengajak semua pihak, dari guru hingga masyarakat umum, untuk berperan aktif dalam mendukung tenaga pendidik dalam menjalankan tugasnya. Webinar ini merupakan bukti komitmen KGSB dalam memperjuangkan hak-hak guru, sekaligus mendorong dialog yang konstruktif untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih baik di Indonesia. (Bin)