Ketika industri lain harus mengalami penurunan akibat pandemi Covid-19, industri farmasi justu mengalami pertumbuhan. Diakui Chrisma Aryani Albandjar, Komisaris Kimia Farma, di masa pendemi, secara keseluruhan, bisnis Kimia Farma bertumbuh di atas rata-rata industri.
“Hanya saja, ada produk-produk yang sebelumnya laku, namun di masa pandemi tidak laku. Sebaliknya, ada produk yang penjualannya biasa saja, tapi di masa pandemi menjadi laku. Contohnya, produk Vitamin C,” papar Chrisma pada acara ‘APPRIConnect for Business’ yang digelar APPRI pada hari ini (3/9) secara virtual.
Lebih jauh ia menjelaskan, pandemi membuat perilaku konsumen berubah. Oleh karena itu, mengandalkan tocuh point berupa gerai fisik saja tidaklah cukup. “Dari 2.000-an Apotek Kimia Farma yang tersebar di dekat hunian dan rumah sakit, sudah tidak cukup. Kami harus mendatangi konsumen dengan hadir di platform digital,” tegasnya.
Oleh karena itu, berbagai touch point digital dimanfaatkan Kimia Farma. Mulai dari menghadirkan official brand store di sejumlah platform marketplace, meluncurkan MEDIV (Medical Device e-Commerce Platform), hingga merilis Kimia Farma Mobile yang merupakan one stop healthcare service platfrom.
“Selain itu, kami juga melakukan stratgic partnership. Antara lain, berkolaborasi dengan Dana, LinkAja, OVO, GoPay, dan sebagainya untuk digital payment channel. Menggandeng Gojek, Grab, Ranger, dan sebagainay untuk third party logistic. Berkolaborasi dengan digital media dan digital developer seperti Telkom, WIR, GITS, dan sebagainya,” lanjutnya.
Diakui Chrisma, Kimia Farma memang pemain baru di digital. Oleh karena itu, Kimia Farma masih akan terus perbaikan untuk ke depannya. “Dari kanal digital, penjualan Kimia Farma bertumbuh selama Pandemi dan lumayan banyak bertumbuhnya. Namun, jika dibandingkan gerai fisik, kontribusi digital memang masih kecil,” tutupnya.
