Produsen baja nasional, Krakatau Posco, menggelar diskusi terbuka secara virtual terkait dampak pengesahan PP No. 41 Tahun 2021 terhadap industri baja nasional. Digelar pada akhir Februari ini (26/2), diskusi terbuka tersebut menghadirkan sejumlah pembicara seperti Direktur Technology and Business Development Krakatau Posco Gersang Tarigan, Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana, Direktur The National Maritime Siswanto Rusdi, dan peneliti tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), FTZ/FPZ, Suyono Saputra.
Dipaparkan Gersang, seiring maraknya impor baja yang masuk ke kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone/FTZ) Batam, pemerintah harus bisa memperhatikan nasib keberlanjutan industri baja nasional. Maraknya impor baja, menurutnya, karena adanya pembebasan bea masuk, termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, dan bea masuk pengamanan perdagangan. “Kami sudah meminta pemerintah untuk mengenakan bea masuk antidumping terhadap impor pelat di FTZ Batam. Tapi, hal ini tidak dapat dilakukan sebelumnya, karena terbentur Peraturan Pemerintah No. 10/2012,” ucapnya.
Lebih jauh ia menerangkan, konsumsi pelat baja untuk galangan kapal di FTZ Batam, relatif besar jika dibandingkan galangan kapal di luar Batam. Terbukti, permintaan pelat baja di Batam mencapai 400 ribu ton per tahun. Sayangnya, 304 ribu ton atau 76%-nya berasal dari impor. Sementara itu, jumlah impor pelat baja di Batam, 68%-nya berasal dari Ukraina, Singapura, dan China.
“Tiga negara ini melakukan dumping atau menjual di bawah harga normal di pasar domestik negara pengekspor. Ini jelas merugikan industri baja nasional. Sebab, harganya tidak wajar, sehingga industri baja nasional akan sulit bersaing,” kata Gersang menyayangkan.
Untuk itu, ia menyarankan agar pemerintah melakukan pengawasan yang ketat di FTZ dan KEK, agar produk impor di kawasan tersebut tidak keluar atau merembes ke tempat lain. Mengingat, Batam merupakan pasar terbesar untuk pelat baja. “Kalau baja nasional tidak bisa masuk, tentu industri nasional mengalami kesulitan. Kami juga sangat terdampak. Kami berharap ada kontrol yang ketat dari pemerintah,” pungkasnya.