MIX.co.id - Lebih dari 50% PDB (Pendapatan Domestik Bruto) global bergantung pada sumber daya alam. Namun, dunia menghadapi ancaman kepunahan lebih dari 1 juta spesies dan penurunan 73% populasi satwa liar dalam 50 tahun terakhir akibat perubahan iklim dan degradasi habitat. Asia Tenggara, yang menyimpan 15% hutan tropis dunia dan hampir 20% spesies tumbuhan dan hewan global, berada pada risiko tinggi, dengan potensi kepunahan regional hingga 50% spesies terestrial pada 2100, mengancam 63% PDB Asia-Pasifik.
Berangkat dari fakta tentang krisis global yang mengancam biodiversitas itu, AI SEA 2025 hadir sebagai panggung inovasi untuk menjawab tantangan lingkungan dan ekonomi di Asia Tenggara. Mengusung tema "Smarter Tech, Sustainable Future”, AI SEA 2025 diselenggarakan pada 8–9 Juni 2025 di Prime Plaza Hotel, Bali. Program tersebut merupakan kolaborasi RegPac Revolution dan Slash, dua pelopor pertumbuhan bisnis dan inovasi digital di kawasan ini.
Konferensi ini menggali potensi kecerdasan buatan (AI) dan blockchain untuk mentransformasi industri, melindungi keanekaragaman hayati, serta mendorong keberlanjutan dan inklusi. Dari pengelolaan sumber daya alam hingga keuangan inklusif, acara ini mempertemukan startup AI, investor, pengembang teknologi, pembuat kebijakan, dan aktivis lingkungan untuk berdiskusi dan merancang solusi konkret yang menyeimbangkan inovasi dengan tanggung jawab ekologi.
"Kecerdasan Buatan dapat menjadi cerminan suara Bumi, namun aksi nyata untuk melindungi dan melestarikannya adalah tanggung jawab fundamental kita sebagai manusia," tandas Thilma Komaling, Aktivis Teknologi dan Kelestarian Lingkungan.
Lebih jauh ia mengatakan, di tengah dinamika Asia Tenggara, pertemuan para pemangku kepentingan, termasuk pencipta teknologi, professional, dan grup advokasi di AI SEA 2025 ini menjadi titik tolak penting bagi misi eksistensial yang mendesak untuk masa depan yang berkelanjutan.
Program ini juga menyoroti potensi besar AI dan alat digital untuk menciptakan perubahan positif di seluruh wilayah. Marc Gamet, CEO Slash, mengimbuhkan, "Sebagai perusahaan yang bergerak di layanan GenAi, Slash melihat betapa besar AI dan alat digital dapat mengubah segala sesuatu menjadi lebih baik. Acara ini tentang memanfaatkan kekuatan tersebut secara positif dan menampilkan keterampilan serta peluang luar biasa yang ada di Asia Tenggara."
Sementara itu, kekayaan budaya dan alam Bali sekarang kian berkembang sebagai pusat teknologi, sehingga menjadikannya sebagai tempat ideal untuk diskusi tentang biodiversitas dan keberlanjutan yang menyelaraskan teknologi dengan prioritas ekologi kawasan ini.
Selama dua hari penyelenggaraan, program ini memiliki sejumlah agenda, antara lain jamuan makan malam untuk berjejaring mempertemukan mitra dan pembicara untuk membuka KTT; diskusi panel tentang transformasi sektor tradisional, penskalaan AI di pasar berkembang, dan keseimbangan antara inovasi untuk menjaga biodiversitas di wilayah Asia Tenggara; diskusi mengenai inklusi keuangan melalui AI dan blockchain, keamanan LLM, serta strategi bisnis; sesi unconference di mana peserta membentuk dialog secara langsung; dan pameran proyek inovatif dan peluang jejaring yang luas.
Adapun tema utama yang dihadirkan pada konferensi kali ini adalah AI Inklusif, yang menekankan dukungan untuk beragam bahasa dan akses offline bagi semua pengguna; Tata Kelola yang Bertanggung Jawab, yang berfokus pada transparansi, keadilan, dan privasi dalam penerapan AI; serta Solusi Berkelanjutan, yang menyoroti bagaimana teknologi dapat melindungi keanekaragaman hayati dan mendorong pertumbuhan hijau.