Migrasi Analog ke Digital Berdampak Positif pada Ekonomi Digital

Pemerintah memutuskan untuk mengganti semua siaran TV analog ke digital mulai 2 November 2022 mendatang. Pemerintah berharap dampak positif dari migrasi analog ke digital itu akan menambah digital deviden, seperti frekuensi 700 yang saat ini semuanya dihabiskan oleh siaran TV analog. Demikian isu yang dibahas pada Diskusi Forum Merdeka Barat (FMB9), yang digelar secara virtual melalui akun Youtube, pada hari ini (10/3).

Diskusi virtual ini dihadiri oleh Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Ahmad M Ramli, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI Pusat) Agung Suprio, Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas, Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution, serta Wakil Ketua Gabungan Perusahaan Industri Elektronik dan Alat-alat Listrik Rumah Tangga Indonesia (GABEL) Bidang Regulasi dan Perundang-undangan Joegianto.

Sejatinya, implementasi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja pasal migrasi penyiaran dari teresterial ke digital atau Analog Switch Off (ASO) berpotensi menjadikan jaringan telekomunikasi lebih baik. Imbasnya, terbuka peluang lebar mendapatkan keuntungan secara finansial melalui ruang digital. "Keuntungan ekonomi, misalnya setiap kenaikan 10 persen pada kualitas broadband internet, maka akan ada dampak sekitar 1,25 persen untuk pertumbuhan ekonomi. Ini sangat spektakuler," yakin Ramli.

Di tengah kondisi masih merebaknya virus Covid-19, peran telekomunikasi yang berkualitas pada sektor perekonomian, khususnya ekonomi digital, menjadi penting. Terlebih, di saat pusat perbelanjaan sepi dan lesu dari pengunjung. Pasar digital dalam negeri dari berbagai platform aplikasi daring pun mampu meraup untung yang terbilang besar. Terbukti, transaksi dari sektor perdagangan digital melonjak dengan tajam. "Di jaman jaringan 2G dan 3G, mana bisa menyerap tenaga kerja seperti yang dilakukan oleh transportasi online saat ini," kata Ramli.

Saat ini, kebutuhan industri penyiaran televisi dalam negeri membutuhkan pita frekuensi sebanyak 700 megahertz. Dengan beralih ke digital, maka kebutuhan dari industri penyiaran hanya akan membutuhkan sekitar 588 megahertz. Sebanyak 112 megahertz sisa dari frekuensi , dapat dimanfaatkan sebagai wadah jaringan berkualitas 5G. "Kebutuhan layanan internet broadband 5G dibutuhkan minimal pita frekuensi yang lebarnya 100 megahertz. Maka, sisa frekuensi dari implementasi ASO tersebut bisa dipergunakan," pungkas Ramli.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)