Ketika ditanya peserta sharing session di Kampus STIKOM LSPR Jakarta, tentang apakah GoJek pernah diterpa isu negatif, CEO dan Founder GoJek, pertengahan Mei 2018 lalu, Nadiem Makariem menjawab sering. “Isunya, mulai dari yang besar hingga yang ringan. Ada saja yang muncul,” katanya. Untungnya, GoJek bisa mengatasinya.
Bagi Nadiem, isu negatif adalah sesuatu yang biasa. Yang penting adalah bagaimana GoJek mensikapi isu tersebut, dan yang lebih penting adalah adalah kerjasama di dalam Tim GoJek sendiri menangani masalah tersebut. Disinilah diperlukan keterbukaan diantara karyawan dan stakeholder, dan GoJek sebagai perusahaan yang berbasis teknogi memfasilitasi itu.
Pada 18 September 2015, Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (the United States Environmental Protection Agency - EPA) menuduh Volkswagen secara sadar dan dengan sengaja melanggar undang-undang federal dengan menjual 428.000 mobil diesel yang dilengkapi dengan perangkat yang dimanipulasi. Volkswagen memprogram mobil-mobil ini dengan perangkat lunak khusus yang dirancang untuk menghindari uji lingkungan.
Ketika diuji di laboratorium, mesin diesel mereka berfungsi secara lebih efisien tetapi jauh lebih rendah dan memenuhi standar lingkungan yang dibutuhkan. Namun ketika mobil itu dioperasikan di jalan, kinerja lingkungannya berbeda. Mobil itu mengeluarkan nitrogen oksida yang kkadarnya empat puluh kali di atas batas yang diizinkan.
Sebelum pengumuman ini, perusahaan menambah masalah dengan menyediakan serangkaian pembenaran palsu pada EPA. Mereka berusaha menjelaskan mengapa jalan lingkungan tes tidak cocok dengan hasil lab untuk kendaraan diesel yang mereka jual dari tahun 2008 hingga 2015.
Produsen mobil Jerman itu bukanlah satu-satunya produsen mobil yang menggunakan alat tipuan itu. Statistik terbaru tentang penjualan mobil menunjukkan bahwa 2009 dan 2014 hampir 80.000 Audi, Skoda, Seat dan VW terjual di Irlandia dengan ukuran mesin beragam mulai 1,2-liter, 1.6 liter, dan mesin diesel 2-liter. Dengan kata lain, 80.000 mobil yang berseliweran di Irlandia bisa jadi memiliki software tipuan.
Lima hari setelah pengumaman itu, CEO Volkswagen mengundurkan diri. Namun dia berkilah tidak mengetahui keputusan timnya yang secara sengaja menghindari standar lingkungan. Ketika tuntutan hukum terkait skandal itu akhirnya diselesaikan, jumlah mobil yang terpengaruh naik menjadi 580.000. Volkswagen membayar $ 20 miliar untuk kejahatannya. Saham VW anjlok hampir 17% di Frankfurt, dan sementara sehari sebelumnya nilainya turun 19%.
Selain kerusakan lingkungan, pelanggan Volkswagen menderita bahaya langsung: Tidak ada yang menginginkan mobil bekas mereka. Pengadilan juga memutuskan bahwa pelanggan berhak mendapatkan kembali ribuan dolar sebagai ganti atas pembelian mobil mereka sebelumnya untuk menebus nilai jual kembali yang hilang.
Tetapi bagi banyak pelanggan ini, yang membeli Volkswagens yang hemat bahan bakar karena komitmen pribadi mereka terhadap lingkungan. Tidak ada diskon harga yang dapat mengompensasi pelanggaran kepercayaan Volkswagen.
Pernyataan Martin Winterkorn yang mengatakan ketidaktahuannya atas tindakan Tim bawahannya itu menunjukkan gejala ketidakterbukaan di perusahaan itu. Ada kebuntuan komunikasi di perusahaan itu. Kenapa? Bila dilihat kasusnya, ada gejala ketakutan di lapis kedua untuk mengatakan hal yang negatif.
Orang-orang di lapis kedua menganggap pimpinannaya tak mau mendengarkan hal yang negatif. Fenomena itu sekaligus menggambarkan betapa takutnya perusahaan mendapatkan hal yang negatif. Mereka berusaha menutupi hal yang negatif untuk mendapatkan citra yang positif.
Selama beberapa dekade terakhir, negaphobia, rasa takut terhadap semua hal negatif, telah menjangkiti budaya Amerika, tulis Robert McKee dalam Thomas Gerace dalam buku Storynomics: Story-Driven Marketing in the Post-Advertising World (Hachette Book Group Inc., 2018).
Alih-alih menghadapi cobaan hidup, orang lebih suka bersembunyi di balik eufemisme. Dalam pernikahan konflik itu tidak ada. Yang ada pernikahan adalah masalah. Hidup bukanlah perjuangan yang berat, ini adalah perjalanan. Pemimpin takut bawahannya bercerita tentang hal-hal yang negatif di perusahaan atau organisasinya.
Negaphobia adalah produk sampingan dari pendidikan pemasaran. Sejak kemunculan sekolah bisnis, dan pemasaran sebagai suatu disiplin yang unik dalam kurikulumnya, para pemasar telah dilatih untuk selalu menonjolkan hal yang positif dan menghilangkan yang negatif. Apa yang tampak seperti akal sehat dan sopan santun yang baik telah menjelma menjadi penularan emosi yang sekarang menginfeksi di hampir setiap dimensi kehidupan perusahaan.
Padahal, agar seseorang bisa menggerakkan orang lain ke tindakan positif, dia menyampaikan hal-hal yang mendramatisir sisi negatif dari kehidupan. Dengan cara yang sama, lingkungan kerja yang positif tidak akan ada tanpa mengakui yang negatif. Ketika seseorang berpikir positif dan di sisi lain dia mengabaikan hal-hal negatif, keputusan bisnis yang mengerikan bisa jadi berlangsung pada waktu berikutnya.