Sebelas tahun beroperasi, OLX (Online Exchange) berhasil mengukuhkan posisinya sebagai platform iklan baris yang menawarkan kecepatan menjual bagi penjualnya dan tawaran harga menarik bagi pembeli. Prinsip OLX sama dengan iklan baris versi cetak—atau bahkan sebuah papan informasi—namun menggunakan teknologi internet, sehingga jangkauannya lebih luas. Dengan positioning itu, OLX mampu membantu 1,4 juta transaksi senilai Rp31 triliun setiap bulannya.
Konsep iklan baris OLX yang sederhana rupanya banyak disukai kaum pria berumur 30 tahun atau lebih. Berlawanan dengan masyarakat mobile yang treasure hunter, para pengguna OLX adalah mission seeker, yang tidak membeli barang secara impulsif. Kelompok orang-orang ini, masuk ke platform OLX dengan misi yang sangat jelas, yaitu menemukan motor, mobil, atau gadget merek tertentu.
Namun yang terjadi belakangan, papar Daniel selanjutnya, model iklan baris ini ditengarai mulai tidak dikenali oleh masyarakat mobile, terutama generasi milenials. Banyaknya jenis e-commerce yang bermunculan, membuat pemahaman mengenai jenis e-commerce tidak dipahami masyarakat. Mereka hanya mengetahui istilah e-commerce atau onlineshop (toko online). Padahal, fungsi platform, jenis barang, dan tipe penjual, di setiap jenis e-commerce berbeda satu sama lain. Masyarakat mobile pun menyukai segala sesuatu bersifat visual, dinamis, simple, dan praktis. Hal ini membuat bentuk iklan baris online saat ini, tidak menarik bagi mereka. Padahal masyarakat mobile adalah target pasar yang sangat besar dan diyakini akan terus menjadi lebih besar selama beberapa tahun ke depan.
Kondisi bisnis OLX pun dipandang menjadi tidak relevan dengan kondisi pasar masyarakat mobile, terutama kalangan perempuan dan milenials. Segmen ini, menurut Daniel, adalah orang-orang yang tertarik secara visual, dan bersifat treasure hunter— yang membeli barang secara impulsif. "Kami menyebut hal ini sebagai gaya hidup nggak suka, nggak ingin, tetapi beli," ujarnya. Dengan consumerinsight ini, sudah tentu iklan baris online yang mengharuskan pengguna menentukan dulu barang yang dicari, menjadi tidak relevan digunakan di era milenial.
Karena kondisi itulah tim OLX memutuskan untuk berubah. Maka sejak enam bulan silam, mereka melakukan riset dan bekerjakeras untuk mengembangkan sebuah platform yang bisa menyasar masyarakat mobile. Project yang muncul dalam tampilan aplikasi Android itu diluncurkan Selasa (7/2) lalu dengan nama “The All New OLX”.
Menurut Daniel, tampilan baru OLX menonjolkan konsep hyperlocal, hypersimple, C2C, dan trust. Konsep-konsep tersebut dikembangkan OLX berdasarkan pengamatan mereka terhadap masyarakat mobile. OLX membawa tampilan halaman muka yang lebih simple dan penuh dengan visual. Halaman muka ini juga membawa konsep hyperlocal, di mana barang yang ditampilkan adalah barang-barang terdekat yang dijual di sekitar pengguna. Dengan tampilan muka semacam ini, para pengguna dapat bertransaksi dengan lebih praktis karena tidak perlu pergi terlalu jauh untuk melakukan cash on delivery (CoD). OLX juga mempermudah langkah untuk menjual barang dengan tidak mewajibkan penjual mengisi deskripsi. Ini membuat proses menjual barang lebih simpel dan dapat diselesaikan hanya dalam tiga puluh detik.
Untuk membantu mengatasi masalah kepercayaan/trust antara pembeli dan penjual, melalui aplikasi terbaru ini OLX menawarkan log-in dengan menggunakan akun Facebook atau Google, sehingga profil pengguna dapat diketahui oleh calon pembeli atau penjual. Dengan adanya tiga konsep tersebut, OLX optimistis semain banyak orang dapat memanfaatkan OLX untuk jual-beli, terutama untuk pengguna individu (customer to customer).
“Meskipun demikian, Daniel mengakui, memindahkan satu juta pengguna aktif harian, bukan perkara mudah, terutama bagi pengguna lama. “Oleh karena itu, OLX tetap mempertahankan tampilan lamanya pada desktop dan mobile agar pengguna lama tetap dapat menggunakan platform OLX dengan nyaman,” tutupnya. (Nurur R Bintari)