Pentingkah 'Perasaan' dalam Pemasaran?

Dalam pemasaran ritel, jawaban singkatnya adalah YA, tentu saja perasaan itu penting. Pelanggan yang berhasil terinspirasi untuk mengasosiasikan merek dengan emosi atau suasana hati tertentu, telah lama dianggap sebagai 'puncak pemasaran' dalam ritel modern.

Namun, jawaban panjangnya lebih rumit. Itu masih Ya — tetapi bukan karena alasan yang Anda pikirkan. Pada dasarnya, di era digital, sumber emosi telah berubah. Perasaan yang digambarkan tidak lagi berasal dari iklan TV. Tetapi itu berasal dari pelanggan. Ini mengacu pada konsep yang disebut sebagai relevansi emosional.

Emosi dan Teknologi

Dilansir dari Business2Community.Com, saat ini, relevansi emosional, secara luas bisa disebut sebagai penggunaan teknologi digital dan atau platform untuk memungkinkan pelanggan memilih — berdasarkan apa yang mereka rasakan saat ini — untuk terlibat dengan produk Anda.

Semakin relevan produk dengan platform-nya dengan kehidupan dan pengalaman pelanggan, semakin besar kemungkinan mereka akan membuat pilihan itu. Artinya, pelanggan ditempatkan pada posisi baik sebagai pahlawan maupun sebagai penyedia sarana untuk mengekspresikan kebutuhan mereka.

Bukan justru menggunakan emosi pelanggan dengan sewenang-wenang (biasanya humor, kegembiraan, daya tarik, simpati, kemarahan, atau kebingungan) untuk menerobos masuk dan berupaya 'sangat menjual' produk tertentu.

Di zaman teknologi tinggi, koneksi emosional lebih jarang disalurkan melalui iklan TV, dan justru semakin banyak melalui aplikasi. Akibatnya, kita diantar ke era relevansi emosional murni di mana, alih-alih diceramahi, pelanggan didorong untuk mengekspresikan diri kapan dan sesuai keinginan mereka, melakukannya hanya melalui platform yang diklaim terbaik atau paling tepat. Pemasar ritel harus melihat fenomena ini sebagai hal yang penting dan sebagai bagian yang dari perkembangan strategi jangka panjang mereka.

Contohnya YouTube. Sebagian besar orang mengklik hal-hal seperti iklan YouTube pop-up terutama karena, seperti yang ditunjukkan penelitian, mereka membenci iklan tersebut. Dan mengapa tidak? Misalnya, bukankah iklan YouTube untuk Geico misalnya, tampak kuno pada saat ini, seperti peninggalan yang membingungkan, membosankan, dan mengganggu dari masa lalu?

Orang ingin menghabiskan waktu mereka melakukan hal-hal yang sebenarnya mereka sukai, dan ketika dipaksa untuk menonton tokek berbicara tentang asuransi mobil bukanlah salah satunya. Konsep ini kurang relevan secara emosional, dan justru iklan semacam inilah yang akan kita lihat berkurang dan menjadi tidak relevan ketika bidang untuk inovasi dan komunikasi berteknologi tinggi meluas seiring berjalannya waktu.

Di sisi lain, ritel kosmetik Sephora memiliki ide yang jauh lebih baik daripada iklan onlinepop-up.

Mereka mulai menawarkan aplikasi "augmented reality mirror" yang sangat canggih yang memanfaatkan kecerdasan buatan untuk memberi pelanggan kemampuan untuk "mencoba" riasan apa pun dari Sephora tanpa harus ke luar rumah.

Selain inovatif dan canggih, aplikasi tersebut juga mudah digunakan dan sangat berguna. Lewat aplikasi tersebut, kita tidak mendengar suara apapun, tidak ada 'penjualan keras', tidak ada gulungan film berdurasi satu menit yang sarat dengan penggambaran yang menakjubkan dari pemandangan gurun yang berangin. Hanya sebuah peluang.

Jika pelanggan merasa harus memeriksa makeup baru, mereka akan melakukannya menggunakan aplikasi sesuai waktu yang diizinkan. Dengan cara itu Sephora dapat fokus pada pembuatan kosmetik kelas atas, dan pelanggan dapat fokus pada pembelian. Tidak ada yang harus mendengarkan kadal atau apa yang tampak seperti bernyanyi tikus atau maskot korporat yang tidak relevan lainnya.

Jika kita ingin menggunakan relevansi emosional untuk menjangkau orang dengan cara yang benar, kita harus memberi pelanggan kesempatan untuk ingin merasakan merek dengan cara yang mereka rasakan, seperti benar-benarmengalaminya. Orang-orang saat ini — dari segala usia —tidak menyukai rasa manipulasi yang muncul bersamaan dengan gaya 'pemasaran lama'.

Apa yang sebenarnya ingin dikatakan pelanggan kepada kita, sedikit demi sedikit, adalah bahwa mereka butuh dan pantas mendapatkan cara baru dan lebih baik untuk terlibat dengan ritel. Platform digital dapat mewakili cara baru itu. Semakin cepat peritel memahami dan mengejar hal ini dalam pemasaran mereka, bisnis mereka akan semakin baik.

What they are telling us, bit by bit, is that they need and deserve a new and better way to engage with retail. Digital platforms represent that new way. The sooner retailers understand and pursue this in their marketing, the better off they will be.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)