Pentingnya Edukasi Seputar Fakta Vaksinasi

Vaksinasi menjadi salah satu isu yang kerap menjadi perbincangan hangat, di tengah tingginya kasus Covid-19. Tak sedikit isu miring, bahkan hoax, yang menggoyang berbagai jenis vaksin Covid-19. Mulai dari pembekuan darah, hingga berujung kematian pasca vaksinasi.

Sejatinya, dibutuhkan edukasi terkait fakta seputar vaksin, agar masyarakat mempunyai pandangan positif dan open minded terhadap program vaksinasi di Indonesia. Oleh karena itu, pada hari ini (29/7) secara virtual, digelar program Bincang Media bertajuk “Fakta Seputar Vaksin dan Upaya Menuju Kekebalan Normal”.

Pada kesempatan ini, dihadirkan dua pembicara pakar, yang merupakan alumni Beswan Djarum dari program Djarum Beasiswa Plus angkatan 2011/2012. Keduanya adalah Indra Rudiansyah dan dr. Ursula Penny Putrikrislia.

Indra Rudiansyah dikenal sebagai alumni ITB dan mahasiswa di Oxford University yang menjadi bagian dari tim uji klinis vaksin Astrazeneca di Oxford, Inggris. Astrazeneca diketahui merupakan salah satu vaksin yang dipergunakan di Indonesia dan memiliki angka efikasi yang cukup tinggi. Sementara itu, dr. Ursula Penny Putrikrislia adalah President Director RS Harapan Sehat Bumiayu, Brebes.

Dijelaskan Indra, pada dasarnya vaksin adalah bagian dari virus atau seluruh virus yang dinonaktifkan untuk membantu mengajari tubuh untuk melawan virus tersebut. “Sebelum divaksinasi, tubuh kita punya seperangkat sistem imun yang belum kenal virus Sars-COV-2. Dengan vaksinasi, di mana virus dilemahkan atau dimatikan, maka tubuh belajar menghadapi infeksi virus yang sebenarnya. Dengan demikian, saat infeksi terjadi, tubuh kita sudah menarget virus tersebut untuk dilemahkan,” paparnya.

Menurut dr. Ursula, seseorang harus divaksin, karena vaksinasi adalah upaya paling efektif untuk memberikan kekebalan yang paling spesifik. “Yang dimasukkan ke dalam tubuh adalah proteinnya, guna membentuk kekebalan tubuh atau memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. Saat vaksin dimasuki, tubuh kita diajari untuk menangani dan melawan virus yang akan masuk nantinya,” urainya.

Lebih jauh ia menegaskan, banyak penyakit yang musnah di muka bumi, karena adanya vaksinasi, contohnya cacar air. Kalau tidak ada vaksinasi, seseorang bisa terkena berkali-kali dan membahayakan. Sementara itu, setelah ada vaksin, sesorang bisa tidak terkena cacar, bahkan sampai dia meninggal tidak terkena cacar lantaran sudah divaksinasi.

Lantas, apa yang harus dipersiapkan sebelum mendapatkan suntikan vaksin? Dijawab dr. Ursula, yang dilakukan adalah dengan mempersiapkan diri seperti mencari informasi yang valid terkait vaksin yang akan kita terima nantinya. Saat ini, ada lima vaksin yang dianggap aman dan halal, yakni AstraZeneca, Sinovac, Sinopharm, Moderna, dan Pfizer. Kelima vaksin tersebut sudah dicap halal oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia).

“Selanjutnya, mereka yang akan divaksin, harus tidur cukup, konsumsi air putih yang banyak, relax, dan tentunya harus terdaftar sebagai peserta vaksinasi. Mereka juga harus paham penyakit bawaan masing-masing, seperti hipertensi dan kencing manis. Obatnya harus diminum secara rutin, dan harus perhatikan tekanan darahnya juga,” sarannya.

Lantas, bagaimana dengan hasil autopsi seseorang yang sudah divaksin AstraZeneca misalnya, tidak ada komorbid, namun jadi meninggal, sehingga menimbulkan keraguan dari masyarakat untuk divaksin? Dijawab Indra, sama seperti obat, vaksin memiliki efek samping. Contohnya, chemotherapy bisa menimbulkan efek negatif bagi tubuh, tapi juga bisa membantu tubuh dalam melawan cancer.

“Side effect dari vaksin bisa sangat beragam. Ada yang umum dan ada yang jarang terjadi. Nyeri di sisi penyuntikan, kelelahan, sakit kepala, mual adalah efek samping yang umum. Jika setelah menerima vaksin AstraZeneca mengalami gejala tersebut, tidak perlu panik selama efek samping dirasakan sampai tujuh hari pasca vaksin,” ucapnya.

Sampai saat ini, belum ada kesimpulan terkait kematian akibat vaksin. Ada isu blood clotting dari beberapa vaksin Covid-19. Blood clotting adalah reaksi yang normal, dan bisa membantu menghilangkan banyak darah saat terluka. Namun, akan jadi bahaya saat terjadi di pembuluh darah otak dan jantung. Faktor penyebabnya bisa dari efek samping obat, penggunaan pil KB, faktor genetik, factor kebiasaan seperti minum alkohol. Jadi, banyak factor yang menyebabkan blood clotting.

Artinya, bukan vaksin yang berbahaya, melainkan berita-berita menyesatkan yang membahayakan. “Masyarakat yang sudah teredukasi bisa menghindari berita-berita yang bohong. Oleh sebab itu, kita harus melindungi masyarakat yang masih belum paham terkait vaksin. Caranya, dengan memberikan edukasi tentang vaksin agar tidak menyesatkan,” tutup Indra.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)