Riset adalah salah satu elemen penting yang paling dibutuhkan dalam menanggulangi pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia. Sejatinya, ketersediaan data yang akurat terkait pandemi dapat mendukung pemerintah dalam menentukan kebijakan strategis.
Demi menghasilkan hasil riset yang akurat dan cepat, tentu saja perlu dukungan ekosistem pengetahuan dan inovasi yang komprehensif. Saat ini, tantangannya adalah pendanaan, ketersediaan dan akses data, serta hubungan periset dengan pembuat kebijakan yang masih perlu dibenahi.
Ditegaskan Professor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dewi Fortuna Anwar, untuk menciptakan hal tersebut, perlu peran aktif dari aktor-aktor utama yang memungkinkan terbentuknya ekosistem pengetahuan dan inovasi.
"Mereka adalah para knowledge producers (penghasil pengetahuan – universitas, lembaga penelitian atau thinktank), knowledge users (pengguna pengetahuan – kementerian), knowledge enablers (pembuat kebijakan dan badan pendanaan), dan knowledge intermediaries (media dan organisasi masyarakat sipil)," katanya.
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) telah membentuk konsorsium untuk menangani COVID-19. Konsorsium yang beranggotakan lembaga penelitian di bawah koordinasi Kemenristek/BRIN seperti LIPI, beberapa perguruan tinggi (PT), Penelitian dan Pengambangan (Litbang) Kementerian Kesehatan serta melibatkan dunia usaha baik swasta maupun BUMN mempunyai fokus membantu mencegah, mendeteksi cepat Covid-19 melalui riset dan inovasi seperti vaksin, suplemen, pengobatan, dan teknologi Kesehatan.
Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro dalam acara Diskusi Kebijakan: Penanggulangan Covid-19 Berbasis Pengetahuan dan Inovasi, yang dihelat Knowledge Sector Initiative (KSI) dan Katadata pada Juni ini, menegaskan, “Kami telah mencoba menerapkan triple helix di dalam Konsorsium Riset dan Inovasi tentang Covid-19 untuk menghubungkan dunia penelitian dengan dunia industri dan pemerintah."
Lebih lanjut ia memaparkan, berbagai elemen dilibatkan. Mulai dari kesehatan, ikatan farmasi maupun Kementerian BUMN dan Kementerian Perindustrian. Pandemi ini juga menunjukkan ekosistem riset yang selama ini dibayangkan, justru berkembang dengan baik. "Sebelumnya, kita belum mempunyai produksi ventilator sendiri, pandemi ini membuat inovasi bekerja dan menghubungkannya dengan dunia industri,” ucapnya.
Menurutnya, Kemenristek/BRIN akan tetap mengedepankan pengetahuan dan inovasi dalam upaya menanggulangi pandemi Covis-19. Data yang digunakan saat ini adalah peta sains yang merupakan pendekatan riset ilmu pengetahuan untuk mengatasi endemi dan pandemi. Hal ini adalah sebuah pendekatan riset selain dari kesehatan itu sendiri.
Selain mengoptimalkan ilmuwan dan peneliti di dalam negeri, diakui Bambang, Kemenristek/BRIN juga berusaha mengoptimalkan kolaborasi antara peneliti di Tanah Air dengan peneliti dan ilmuwan diaspora. Diharapkan kolaborasi ini dapat menangani masalah pandemi lebih cepat dan tepat sasaran, khususnya dalam bidang kesehatan masyarakat serta pemulihan ekonomi pasca Covid-19.
Kuasa Usaha Australia untuk Indonesia Allaster Cox menambahkan, “Australia berkomitmen untuk bekerja sama dengan Indonesia dalam mengatasi Covid-19. Melalui program kerja sama pembangunan, kami bermitra dengan think tank lokal dan mendanai penelitian baru yang dapat digunakan menjadi dasar penanganan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Secara paralel, kami bekerja dengan Indonesia untuk memperkuat ekosistem pengetahuan dan inovasi agar dapat berkontribusi pada pemulihan ekonomi jangka panjang."