Pentingnya Kolaborasi demi Mewujudkan SDG16 Indonesia

Penurunan pertumbuhan ekonomi akibat Covid-19 telah berdampak pada meningkatnya jumlah angka PHK karyawan, pengangguran, dan kemiskinan. Tak hanya ekonomi, pandemi juga berdampak pada bidang sosial, hingga terjadi peningkatan kriminalitas dan kekerasan dalam rumah tangga.

Diungkapkan Ir. Suharso Monuarva, Menteri PPN/ Bappenas, dalam sambutan pembukaan Webinar “Solidaritas dan Kerukunan Antarumat sebagai Perwujudan SDG16 Indonesia untuk Bangkit dari Covid-19”, pada akhir November 2020, masyarakat juga mengalami disorganisasi dan disfungsi sosial akibat aktivitas keluar rumah yang dibatasi.

Untuk itu, pemerintah telah mengambil langkah strategis untuk mengatasi problem di bidang kesehatan, ekonomi, dan sosial masyarakat tersebut. Di bidang Kesehatan, pemerintah tengah melakukan reformasi sistem kesehatan nasional, perlindungan social, bencana, pangan, dan lain-lain, guna merespon wabah pandemi.

Langkah strategis pemerintah di bidang ekonomi dilakukan dengan meningkat konsumsi belanja melalui belanja pemerintah, yang diharapkan dapat memberikan dampak multiplier pada sektor lainnya. Sementara itu, di bidang perlindungan sosial, pemerintah melakukan penyaluran bantuan dan membangun jaring pengaman sosial pada penduduk miskin dan rentan. “Dalam hal ini pemerintah telah melakukan perluasan basis data perlindungan social di sektor pekerja informal,” ungkap Suharso.

Lebih jauh ia menegaskan, pemerintah memandang perlu mengajak berbagai komponen bangsa untuk berkolaborasi menciptakan masyarakat yang damai dengan melakukan pencegahan kekerasan, mewujudkan masyarakat adil dengan menyelesaikan masalah keadilan yang timbul di masa pandemic, mencegah stigma dan diskriminasi, serta mempromosikan masyarakat yang inklusif agar tidak ada satupun orang yang tertinggal di belakang (no one left behind).

Sebagai duta SGDs, Alissa Wahid menambahkan, tujuan goal 16, yaitu terwujudnya perdamaian, keadilan, dan institusi yang kuat, yang merupakan PR global. Problem kerentanan yang dihadapi masyarakat saat ini tidak hanya permasalahan agama, tapi juga kemiskinan, akses pendidikan, dan kesehatan yang berkaitan dengan masalah perdamaian dan keadilan.

Alissa mencontohkan, kerentanan yang dialami anak perempuan akan menimbulkan akses pendidikan bagi mereka berkurang. Demikian juga problem nikah di bawah usia akan berpotensi menimbulkan kesehatan ibu yang buruk, yang bisa mengakibatkan terjadinya stunting, kualitas keluarga yang buruk, dan kemiskinan.

“Di antara lima konsep pilar dalam SDGs adalah pilar perdamaian. Pilar ini harus membawa kesejahteraan (kemaslahatan) bagi manusia, dan perdamaian tidak akan terwujud tanpa adanya perdamaian dan kerja sama. Perdamaian dan keadilan tidak bisa dipisahkan. Seperti pesan Gus Dur, perdamaian tanpa keadilan hanyalah ilusi. Tidak mungkin bisa mendapatkan perdamaian yang berkelanjutan kalau tidak ada keadilan," papar Alissa.

Sementara itu, Desiana Samosir, Executive Board dari Temu Kebangsaan Orang Muda (Tembang Muda), membagikan pengalamannya tentang kerja sama lintas agama dalam merespon Covid-19 melalui gerakan jaringan lintas Iman untuk Covid-19 (JIC). Tujuan gerakan ini adalah menggalang sumber daya solidaritas masyarakat dan menyalurkan bantuan bagi para warga yang terabaikan atau belum tersentuh oleh bantuan pemerintah.

“Spirit utama JIC adalah solidaritas tanpa batas dan gerakan yang inklusif untuk mengatasi ancaman Covid-19 di masyarakat, seperti kelaparan, tekanan psikologis, keresahan sosial, dan kemandegan roda ekonomi. Dan kolaborasi lintas agama memilki dampak baik dan luar biasa ketimbang bergerak sendiri,” jelasnya.

Adapun Lian Gogali membagi pengalaman tentang peran kelompok perempuan serta anak muda akar rumput dalam mencipatakan solidaritas di masyarakat. Lian yang menceritakan pembangunan perdamaian di Poso menjelaskan bahwa perempuan berada di posisi paling depan dalam upaya rekonsiliasi dan membangun perdamaian pasca konflik.

"Pada saat pandemi, perempuan dan anak muda bergerak mengambil alih pengorganisasian awal untuk menjamin rasa aman desa, mendirikan posko Saling Jaga untuk memberikan informasi yang jelas dan benar, akses fasilitas dan perlindungan diri, dan membantu makanan bagi orang yang tidak bisa pulang kampung atau keluar rumah," tutur Lian.

Pada kesempatan webinar ini, Prof. Azyumardi Azra memberikan Rmrefleksinya tentang harmoni kehidupan di tengah pluralitas agama, dan etnis di Indonesia. Indonesia memliki sejarah perdamaian yang panjang, pada saat di negara-bangsa yang lain tengah terjadi persekusi terhadap kelompok minoritas.

"Untuk membangun dunia yang lebih berkeadilan, pemerintah di berbagai tingkatan harus membangun kerja sama yang lebih baik dan kuat, dengan memberdayakan majelis agama, ormas keagamaan, dan masyarakat sipil untuk memperkuat kohesi sosial dan mengakselerasi pencapaian tujuan SDG yang ke-16. Harmoni dan toleransi kehidupan beragama merupakan modal sosial Indonesia,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)