Tahun 2005, shopping mall boleh jadi telah menjadi raja. Mungkin ada beberapa retail online, tetapi mereka baru lahir dan masih belum berkembang. Namun semua berubah dalam 10 tahun terakhir. Shopping mall telah meredup karena dua alasan. Pertama, kini masyarakat lebih menginginkan semua – tempat belanja, kantor, dan tempat tinggal – dalam satu lokasi.
Forrester Research memprediksikan bahwa berkembangnya alls yang menggantikan malls akan terus berlanjut sampai 10 tahun ke depan atau lebih dari itu.
“Orang tidak lagi menginginkan mall, mereka menginginkan alls,” ujar Paco Underhill, CEO Environsell konsultan retail, seperti yang dikutip dari huffingtonpost.com.
Terutama anak muda, mereka mendambakan convenience store yang berada di lingkungan sekitar mereka tinggal, yang mudah dijangkau hanya dengan berjalan kaki atau bersepeda. Ya, mereka menginginkan alls, bukan lagi traditional shopping malls. “Kebanyakan anak muda saat ini menginginkan semuanya dalam satu tempat. Dimana mereka bisa tinggal, kerja, dan belanja tanpa perlu bepergian dengan mobil mereka,” ungkap Underhill.
Sepakat dengan Underhill, Sucharita Mulpuru, analyst dari Forrester Research memprediksikan bahwa berkembangnya alls yang menggantikan malls akan terus berlanjut sampai 10 tahun ke depan atau lebih dari itu.
Hal lain yang yang menyebabkan meredupnya popularitas mall adalah berkembang pesatnya teknologi internet. Online shopping telah berkembang pesat sejak kemunculannya di tahun 2005. Apalagi ditambah dengan penetrasi low cost mobile phone dan tablet yang cukup tinggi. “Tahun 2005 hanya ada kurang dari 10 website yang menjual barang mewah yang didiskon. Tapi sekarang sudah lebih dari 200,” ungkap Mulpuru.
Oleh karena itu, Underhill menyarankan pemilik mall untuk menjalankan strategi agar menarik kembali pengunjung, misalnya dengan mengkonfigurasi mall mereka demi mengakomodasi demand konsumen.