Belum optimalnya link and match antara perguruan tinggi dan industri telah mendorong permerintah untuk melancarkan strategi kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, antara lain dengan perguruan tinggi, industri, media, hingga komunitas (masyarakat).
Melalui Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (Ditjen DIKTI), pemerintah telah menjalin kerja sama dengan sejumlah pihak. Objektif utama dari kolaborasi ini adalah untuk membangun ekosistem rekacipta di Indonesia sebagai implementasi Kampus Merdeka serta mendorong peran dunia industri dalam mendukung para pereka cipta di perguruan tinggi.
Dijelaskan Direktur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan Tinggi (Kemendikbud) Republik Indonesia Prof. Ir. Nizam, M. Sc., DIC., Ph.D, Ditjen DIKTI akan mengakselerasi sinergi Pentahix antara perguruan tinggi, pemerintah, media, dan masyarakat melalui sebuah platform Kedai Reka.
Kedai Reka adalah platform digital yang dapat mempertemukan sekaligus menghubungkan antara perguruan tinggi dengan industri. Platform ini akan menjadi alat komunikasi antara perguruan tinggi dan industri. Rencananya, platform Kedai Reka akan segera di luncurkan pada Oktober 2020 mendatang.
"Kami ingin lewat Kedai Reka ini, sinergi antara perguruan tinggi dan industri bakal semakin erat. Mahasiswa, dosen, pihak industri, bahkan masyarakat bisa berinteraksi melakukan kerja sama satu sama lain. Selain itu, platform Kedai Reka ini dapat mempertemukan permasalahan nyata di lapangan dengan solusi dari perguruan tinggi," ungkap Prof. Nizam di sela-sela ‘FGD Pembangunan Ekosistem Kedai Reka’ yang digelar di Hotel Fairmont, Jakarta, pada awal September ini (7/9).
Sejatinya, dengan adanya hubungan keterkaitan antara kampus dengan dunia industri, maka akan ada keterikatan antara riset reka cipta di perguruan tinggi dengan industri dan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, dampak kebermanfaatan bagi masyarakat dapat terwujud dengan semangat gotong royong inovator, industri, pemerintah, media, dan komunitas.
“Tak hanya kampus dan industri, diharapkan komunitas lokal atau masyarakat mampu terimplikasi, baik secara langsung maupun tidak langsung dari hasil riset reka cipta ini,” jelas Prof. Nizam.
Lebih jauh ia menjelaskan, di dalam platform Kedai Reka, tidak ada lagi batasan birokrasi antara perguruan tinggi, industri, dan masyarakat. Artinya, mahasiswa, dosen, masyarakat umum, petani, dan elemen lainnya dapat berinteraksi dan melakukan sinergi. Hal tersebut juga sejalan dengan implementasi visi kampus merdeka melalui gagasan kampus membangun yang dapat mengalirkan berbagai reka cipta kepada lebih dari 27 ribu desa tertinggal. “Kami berharap, platform Kedai Reka ini dapat mempertemukan permasalahan nyata di lapangan dengan solusi dari perguruan tinggi,” harap Prof. Nizam.
Salah satu kolaborasi yang telah dilakukan adalah antara Dirjen DIKTI dan SWA Group. Bentuk kolaborasi keduanya adalah menghadirkan FGD (Focus Group Discussion) yang dihelat pada 7 September 2020, di Jakarta. Sejumlah pihak yang mewakili penta-helix, seperti industri (pengusaha), perguruan tinggi, kementerian (pemerintah), media, dan komunitas (masyarakat), hadir pada FGD ini.
“Tujuan FGD ini adalah untuk memotret perspektif kalangan industri terhadap perkembangan rekacipta perguruan tinggi. FGD ini diharapkan akan menghasilkan rekomendasi bagi kebijakan rekacipta di pergruan tinggi yang sesuai dengan kebutuhan industri,” papar Kemal Gani, Pemimpin Redaksi SWA Group.
FGD Tematik merupakan program yang strategis dan berdampak terhadap pemangku kebijakan dalam membangun ekosistem reka cipta. Output dari FGD tematik ini adalah berupa policy brief yang mengakomodasi pandangan dari berbagai elemen penta-helix. Dengan adanya titik temu dari elemen penta-helix, maka dapat memberikan manfaat bagi kemajuan bangsa, khususnya dalam rangka pemulihan ekonomi pasca Covid-19. “Program FGD harus dapat berkelanjutan, karena untuk menciptakan ekosistem tidak dapat sekali jadi. Melainkan, harus terus dilakukan secara intensif,” jelas Kemal.
Nizam menambahkan, lompatan baru pasca pandemi Covid-19 harus dapat tercipta. Misalnya saja, dengan mengoptimalkan peluang bonus demografi yang saat ini tengah mengahampiri negara Indonesia untuk sepuluh tahun kedepan. Banyak negara yang telah berhasil mengoptimalkan peluang tersebut seperti Jepang, Korea Selatan, maupun China. “Optimalisasi peluang bonus demografi dapat terwujud melalui sinergi penta-helix dalam membentuk sumber daya manusia unggul,” pungkas Nizam.