Salah Kaprah, Pemaknaan Stunting di Masyarakat Indonesia

MIX.co.id – Pemahaman masyarakat terhadap isu stunting mengalami bias. Oleh karena itu, Health Collaborative Center (HCC) selaku wadah promosi dan advokasi kesehatan non-profit, mengusulkan agar program edukasi stunting yang melibatkan orang tua perlu lebih digiatkan lagi.

Hal itu mengemuka dalam pemaparan hasil studi HCC tentang pemaknaan stunting masyarakat di Indonesia yang diadakan di Jakarta pada Selasa(13/12).

Penelitian teranyar HCC terhadap 1.676 responden yang didominasi perempuan/isteri sebesar67,8% yang tersebar di 31 propinsi di Indonesia mengungkapkan, indikator pemaknaan negatif tentang stunting diantaranya responden tidak setuju stunting disebabkan faktor kurang gizi; stunting tidak berhubungan dengan ketidakmampuan membeli pangan sumber gizi; stunting bukan kondisi medis serius; dan stunting tidak memengaruhi kondisi keluarga.

Penelitian juga mengidentifikasi adanya pemaknaan stunting yang tidak tepat di masyarakat, yakni responden mempersepsikan bahwa anak tidak rentan terkena stunting pada kehamilan yang kurang gizi; responden tidak mempercayai bahwa bayi dengan berat lahir rendah rentan terkena stunting.

Selain itu, responden tidak percaya stunting menghambat perkembangan otak atau kognitif anak; dan stunting dianggap tidak berhubungan dengan pola asuh orang tua.

Chairman HCC, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, menyampaikan penelitian dengan menggunakan Health Belief Model ini menunjukkan bahwa temuan indikator pemaknaan terhadap stunting yang kontradiktif memiliki nilai persentase yang signifikan.

Meski hampir seluruh responden (95%) mengaku mengetahui stunting, dan 98% diantaranya percaya bahwa stunting terjadi di Indonesia. Sementara 50% responden masih merasa lebih terancam dengan Covid-19 dibandingkan dengan stunting.

“Artinya, kesalahpahaman masyarakat terhadap apa dan bagaimana dampak stunting secara tegas dan sangat nyata bertentangan dengan pengetahuan kesehatan yang sebenarnya menjadi dasar untuk penanganan stunting di Indonesia,” ujarnya.

Lebih jauh, HCC mengusulkan kepada pemerintah dan pihak terkait agar konten edukasi stunting terkait bahaya serta cara pencegahannya semakin digencarkan, termasuk melakukan edukasi gizi seimbang, stunting dan pola asuh orang tua sebagai satu kampanye terintegrasi, serta menjadikan bidan sebagai agent of change dalam edukasi gizi dan pola makan yang seimbang dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Prof Nila Moeleok, Menteri Kesehatan periode 2014-2019, yang hadir menjadi narasumber diskusi menyampaikan bahwa pengetahuan dan perspektif atau pemaknaan masyarakat adalah kunci keberhasilan intervensi stunting.

“Itu sebabnya, peningkatan kapasitas pengetahuan kesehatan terutama terkait stunting perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah dan semua pihak, agar target 14% penurunan stunting dapat tercapai,” tandasnya.()

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)