MIX.co.id - Tidak ada cara yang lebih baik untuk menyentuh emosi pendengar, selain cerita yang baik dan bagaimana cara menceritakannya – Prita Kemal Gani
Tahun 1990an, ketika pemerintah membangun citra dan reputasi positif di kancah global, pemerintah mempekerjakan ahli public relations (PR) dari Amerika Serikat. Pemerintah mengucurkan jutaan dolar untuk firma PR terkemuka di AS. Pemerintah membayar Hill & Knowlton untuk mempromosikan citra Indonesia secara internasional dalam masalah ekonomi dan perdagangan.
Pemerintah pernah menandatangani kontrak dengan konsultan PR ternama, Burson-Marsteller, senilai US$5 juta ketika Indonesia menghadapi Timor Timur (Cohen, 2000; Pilger, 1994). Ketika itu, Indonesia kerap mendapat protes atas kebijakannya tahun 1975 terhadap Timor Timur yang dianggap melanggar hak asasi manusia di banyak forum internasional.
Ketika pemerintah Indonesia menggunakan jasa konsultan PR asing, profesi PR di Indonesia sudah berkembang jauh. Hal ini dapat dilihat dari keberadaan organisasi profesi PR, yakni Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia – PERHUMAS yang berdiri sejak 15 Desember 1972. Pendirinya antara lain, Marah Joenoes, Tommy Graciano, dan Wisaksono Nuradi. Yang disebut belakangan ini adalah PR PT Caltex Pacifik Indonesia.
Gambaran itu menunjukkan bahwa banyak ahli-ahli PR yang dimiliki Indonesia. Bahkan menurut Dahlan (1978), praktek PR modern di Indonesia sama usianya dengan usia RI. Waktu itu, meski sudah ada kementerian penerangan, namun secara struktur ke bawah masih belum kuat. Baru pada pertengahan 1950-an, kegiatan ke PR dilembagakan. Ini, menurut Muntahar (1985), adalah RRI (Radio Republik Indonesia) dan Kepolisian RI yang mengenalkan dan melakukan kegiatan kehumasan dalam kegiatan mereka. Keduanya membentuk bagian humas dalam struktur organisasi mereka.
Awal 1970an, ketika modal asing masuk ke Indonesia, banyak perusahaan asing yang mempunyai bagian humas. Perusahan konsultan PR juga mulai berminculan. Tokoh komunikasi yang menojol seperti Dr. Alwi Dahlan, yang memperoleh PhD dari Universitas Illinois Amerika Serikat, memimpin PT Inscore; R. Imam Sayono seorang pensiunan humas perusahaan minyak asing, PT Stanvac, memimpin PT Granada; dan M. Ridwan memimpin PT Presco yang sempat menangani klien dari Austalia. Namun demikian, ketiga perusahaan ini, kecuali PT Granada mati di tengah jalan karena masalah regenerasi dan masuknya Dahlan ke instansi pemerintah.
Pada tahun 1986, bekas presenter TVRI, Inke Maris...