Kanker adalah salah satu penyakit yang paling ditakuti. International Agency for Research on Cancer, memperkirakan pada tahun 2030 akan ada 22 juta kasus baru kanker. Hal ini seharusnya menjadi peringatan bagi seluruh negara di dunia, terutama di Indonesia bahwa penyakit kanker semakin menjadi ancaman yang akan meningkat. Apalagi, kanker menyerang tanpa pandang bulu, bahkan usia balita berpotensi mengidap kanker.
Sebenarnya kematian akibat kanker dapat dihindari melalui tindakan profilaktik (pencegahan) dan terapeutik (pengobatan). Head of Health Claim Department Sequis dr. A.P. Hendratno mengatakan, semakin cepat kanker ditemukan dan ditangani, semakin tinggi angka keberhasilan pasien yang bisa sembuh. "Pencegahan kanker sejak dini diperlukan agar tidak terlalu membebani pasien dan keluarganya untuk membiayai pengobatan. Jangan biarkan kanker merenggut kebahagian keluarga Anda,” ujarnya.
Dr. Hendra menyarankan agar orang sehat (bebas kanker) memerhatikan kebersihan diri dan lingkungan termasuk juga mempraktikkan pola hidup sehat. “Misalnya menghindari praktik kehidupan seksual yang non higienis dengan tidak melakukan hubungan seks berisiko tinggi dan menunda melakukan hubungan seks pertama di usia terlalu muda ( ≤ usia 20 tahun) agar terhindar dari kanker ginekologi,” ujarnya.
Selain itu, dr Hendra juga menganjurkan agar masyarakat menghentikan kebiasaan merokok terutama pada wanita, karena tembakau dapat merusak sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi Human Papillomavirus (HPV) pada serviks. Demikian juga agar tidak membiasakan menginang (makan sirih), karena dapat meningkatkan kemungkinan kanker bibir, mulut dan orofaring (bagian dari saluran pencernaan dan saluran pernapasan yang terdapat pada daerah belakang mulut).
"Menjalani gaya hidup sehat juga penting, seperti memperhatikan nutrisi yang seimbang dan benar antara lain dengan memperbanyak makanan kaya vitamin A,C,E (buah-buahan), asam folat, beta karotin dan selulosa. Serta mengurangi asupan lemak dan kolesterol. Menghindari makanan berjamur yang diawetkan, hangus terbakar, terlalu asin atau terlalu panas. Hindari juga paparan zat kimia terutama bagi mereka yang bekerja di lokasi dengan kadar polusi atau karsinogen tinggi. Patuhi peraturan keselamatan kerja dan gunakan alat pelindung selama di lokasi kerja," tambah dr Hendra.
Hal lain yang disarankan sebagai tindakan pencegahan adalah melakukan vaksin, pengobatan tumor jinak dan lesi prakanker, dengan biaya yang relatif terjangkau dan lebih efektif daripada mengobati kanker invasif yang telah terjadi.
Miliki Proteksi Asuransi untuk Kualitas Hidup Lebih Baik
Menyadari tingginya risiko kanker serta mahalnya biaya medis untuk pengobatan kanker, tentunya penting untuk memiliki jaminan kesehatan. Tetapi faktanya, banyak masyarakat yang belum memiliki jaminan kesehatan. Data BPJS menyebutkan, jumlah peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) hingga Desember 2017 baru 187.982.949 peserta (www.bpjs-kesehatan.go.id). Artinya masih ada sekitar 71 juta jiwa masyarakat Indonesia yang belum terdaftar JKN. Padahal Yayasan Kanker Indonesia menyebutkan biaya pengobatan kanker rata-rata 100 juta/bulan. Biaya tersebut akan terasa memberatkan jika penderita tidak memiliki jaminan kesehatan.
Ketika berbicara mengenai penyakit kanker, erat kaitannya dengan kebutuhan akan perlindungan asuransi penyakit kritis. Untuk itu Sequis mengajak masyarakat untuk melindungi diri dari beban finansial yang mungkin timbul karena penyakit kritis dengan proteksi asuransi penyakit kritis.
Menurut Vice President of Life Operation Division Sequis Eko Sumurat, memiliki asuransi penyakit kritis, adalah salah salah satu tindakan siaga untuk menghadapi risiko penyakit kanker. Dari jumlah pengajuan klaim penyakit kritis yang diterima Sequis, menurut Eko, ada peningkatan jumlah pembayaran manfaat klaim penyakit kritis sepanjang tahun 2017 yang berasal dari penyakit kanker yaitu lebih dari 51%.
Pada asuransi penyakit kritis (critical illness), nasabah dapat menerima manfaat asuransi penyakit kritis jika telah terdiagnosa penyakit kritis, misalnya pada stadium akhir. Namun ada juga perusahaan asuransi yang memberikan perlindungan atas penyakit kritis sejak terdiagnosa pada tahap awal. Umumnya, asuransi ini sebagai asuransi tambahan (rider) pada produk asuransi dasar.
“Tingginya risiko kesehatan sejalan dengan bertambahnya kebutuhan asuransi penyakit kritis membuat kami berupaya untuk menjawab kebutuhan asuransi penyakit kritis dengan menyediakan produk asuransi penyakit kritis sejak tahap awal (Early Payout Critical Illness), yaitu Sequis Q Early Payout Critical Illnes Plus Rider sehingga nasabah tidak perlu cemas menghadapi tingginya biaya perawatan pengobatan penyakit kritis karena manfaat dapat dirasakan sejak stadium awal,” ujar Eko.
Produk Sequis Q Early Payout Critical Illnes Plus Rider memberikan perlindungan menyeluruh sampai dengan 120 penyakit kritis. Dengan maksimal Uang Pertanggungan (UP) senilai Rp 3 miliar atau USD 300,000 atau 3 x UP polis dasar. Keunggulannya antara lain, tidak ada masa tunggu antar klaim pertama dengan yang kedua, selama kedua klaim tersebut berbeda tingkat severity level-nya. Pembayaran manfaat juga tidak akan mengurangi UP produk dasar. Selain itu, tersedia perlindungan untuk penyakit kritis lain termasuk manfaat tambahan komplikasi diabetes dan penyakit kritis katastropik dengan total manfaat hingga 170%. Produk ini memberikan perlindungan sejak usia masuk 1 bulan sampai dengan 65 tahun sehingga anak-anak hingga orang tua berusia lanjut dapat tenang menghadapi risiko penyakit kritis yang ditakuti seperti kanker.
Sequis juga memiliki memiliki beberapa produk asuransi penyakit kritis lainnya seperti Sequis Critical Illness Rider, My Critical Protection yang memberikan manfaat lumpsum (pembayaran sekaligus) bila tertanggung menderita penyakit kritis. Selain itu ada juga produk rider kesehatan yang memberikan tambahan (lumpsum) bila tertanggung menderita kanker, yaitu Sequis Health Platinum Plus Rider dan SQ Health Infinite MedCare Rider.
Sebagai perusahaan asuransi, Sequis juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan edukasi kepada nasabahnya, Eko menyarankan agar nasabah mempelajari dan memahami definisi dari penyakit kritis yang ditanggung dari produk asuransi yang dimiliki. “Memahami definisi penyakit kritis yang tertuang dalam perjanjian asuransi agar tidak terjadi kesalahpahaman dikemudian hari, misalnya berapa jumlah penyakit yang ditanggung dan apakah dimulai dari tahap awal atau hanya di tahap kritis,“ ujarnya.
Eko juga mengharapkan agar nasabah lebih memahami makna dari “Pengecualian” yang tertuang dalam polis, yaitu kondisi yang tidak menjadi tanggungan perusahaan asuransi dalam masa perlindungan asuransi. “Ketergantungan obat, kecanduan alkohol, perbuatan bunuh diri, kondisi sebelum pertanggungan asuransi, penyakit kritis yang terjadi dalam masa tunggu dan penggunaan obat tanpa resep dokter adalah beberapa contoh pengecualian yang tertuang dalam polis. Hal ini penting untuk dipahami nasabah,” tutupnya.