Bandara Internasional Soekarno Hatta, secara operasional didesain dengan mengedepankan unsur safety dan security bagi seluruh kalangan, termasuk penyandang autistik. Oleh karena itu, penting bagi petugas bandara untuk memberikan layanan kepada semua pengunjung dan penumpang, termasuk penyandang autistik.
Menurut data, hingga tahun 2015 diperkirakan terdapat 12.800 anak penyandang autisme dan terdapat 134.000 penyandangan spektrum autisme autis di Indonesia. Penyandang autisme sendiri memang tidak selalu kasat mata dan cenderung terlihat normal tanpa ada cacat fisik. Mereka yang disebut memiliki spektrum autisme memiliki kecenderungan untuk tidak memperdulikan orang-orang dan lingkungan disekitaranya dan hanya fokus di dunianya sendiri. Penyandang autisme memiliki beragam ciri dan tingkatan, dari yang pasif hingga yang hiperaktif yang dapat menyakiti diri sendiri ketika sedang mengalami tempertantrum, yaitu seperti mengamuk ketika merasa tidak nyaman atau terganggu.
Demi memberikan layanan kepada seluruh pengunjung bandara, termasuk penyandang autistik, PT Angkasa Pura II bersama London School of Public Relations (LSPR) Jakarta melalui London School Center for Autism Awareness (LSCAA) mengadakan pelatihan untuk petugas front liner Bandara Soekarno-Hatta. Pelatihan bertajuk “Menyiapkan Terminal 3 Sebagai Bandara Udara Ramah Individu Berkebutuhan Khusus, Khususnya Autisme”, digelar pada akhir Juli ini (29/7) bertempat di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Tak kurang dari 67 orang menjadi peserta pada pelatihan tersebut. Mereka terdiri dari petugas Terminal Inspection Service (TIS), Customer Service (CS), Customer Service Mobile (CSM), serta Duta Larangan Merokok (DLM). Para peserta mengikuti pelatihan yang menghadirkan pembicara dr. Tri Gunadi, Amd. OT, S.Psi., seorang psikolog yang khusus menangangi pasien dengan spektrum autisme.
"Bandara sebagai salah satu pusat mobilisasi orang dan barang harus memiliki semua instrument pelayanan yang dapat mengakomodir berbagai kebutuhan penumpang, salah satunya adalah penumpang berkebutuhan khusus," ujar Director of Airport Service & Facility Ituk Herarindri.
Melalui pelatihan itu, para peserta diberikan pengetahuan dasar mengenai ciri-ciri spektrum autisme dan cara penanganannya. Pada kesempatan itu, para peserta juga langsung melakukan simulasi pelayanan check in terhadap 20 remaja berkebutuhan khusus yang merupakan mahasiswa dari London School Beyond Academy (LSBA).
Dituturkan Prita Kemal Gani, Pendiri dan Direktur LSPR Jakarta, London School Centre for Autism Awareness (LSCAA) merupakan bagian dari kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility) LSPR Jakarta sebagai bentuk kepedulian terhadap anak-anak berkebutuhan khusus, yang salah satu karakteristiknya memiliki kesulitan dalam berkomunikasi baik verbal ataupun non-verbal. "Melalui LSCAA, LSPR Jakarta berharap dapat mengkomunikasikan mengenai autisme kepada masyarakat Indonesia," tegasnya.
Berbagai kegiatan yang telah diselenggarkan oleh LSCAA, tambah Prita, seperti acara tahunan Autism Awareness Festival, Workshop for Parents, pembuatan produksi film pendek “Saudaraku Berbeda”, Teachers Training, dan lain sebagainya. Objektif dari semua kegiatan tersebut adalah mengkomunikasikan perihal autisme.
"Hingga saat ini, LSCAA telah memberikan pelatihan kepada 2147 guru yang mewakili 1216 Sekolah Dasar se-Jabodetabek. Pemutaran film “Saudaraku Berbeda” telah dilakukan di berbagai sekolah dasar dan ditonton oleh 1953 siswa. Orang tua dan pemerhati ABK pun dilibatkan dengan berbagi pengalaman dengan yang lainnya yang telah diikuti oleh 526 orang dan sekitar 49 partnership and supporter mendukung kegiatan-kegiatan yang dilakukan LSCAA," tutup Prita.