MIX.co.id - Social commerce, penjualan produk atau layanan melalui platform media sosial, masih menjadi isu yang ramai diperbincangkan. Bahkan, Kementerian Perdagangan tengah merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, Dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Oleh karena itu, FORWAT (Forum Wartawan Teknologi) menggelar talkshow bertajuk “Dampak Social Commerce pada UMKM di Indonesia” pada pertengahan September ini (15/9), di Jakarta.
Sejumlah pembicara pakar dihadirkan pada workshop tersebut. Antara lain Pengamat Ekonomi Digital Ignatius Untung Surapati Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (IDIEC) M. Tesar Sandikapura, dan Andre Oktavianus, Seller atau Pengguna Social Commerce yang menjalankan bisnis pakaian anak Kiminori Kids. Talkshow dimoderatori oleh Wicak Hidayat, Praktisi Media & Startup sekaligus Direktur Konten Rombak Media.
Ignatius Untung, yang pernah menjabat Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) periode 2018-2020, menegaskan bahwa platform jual beli bertransformasi dengan cepat. Dulu ada platform Classified seperti Kaskus FJB atau OLX, yang kemudian berubah menjadi marketplace, yang membuat transaksi lebih aman ketimbang platform Classified.
"Setelah e-commerce, kini muncul social commerce, yang memang belakangan makin masif digunakan oleh UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah, karena menjadi solusi yang tidak bisa dilakukan oleh e-commerce sekarang. Salah satunya adalah kedekatan personal. Pasalnya, media sosial seperti Instagram dan Facebook itu dipenuhi dengan orang yang terkoneksi berdasarkan pertemanan. Sedangkan TikTok dan YouTube adalah format yang hook-nya adalah konten," papar Untung.
Dia juga menilai, konsumen mendapat manfaat dari kehadiran social commerce. Sebab, konsumen bisa langsung mendapatkan rekomendasi produk yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan ketertarikan mereka di dalam satu platform.
Selain bisa melakukan transaksi langsung secara praktis tanpa harus berganti aplikasi, penjual pun mampu mengembangkan usaha mereka dengan berjualan di platform social commerce, sehingga memberikan dampak positif pada perkembangan UMKM dalam negeri.
"Integrasi yang tersedia di platform social commerce memungkinkan pedagang, termasuk UMKM dengan karakteristik khusus, mendapatkan trafik penjualan melalui konten yang unik, yang pada akhirnya semakin membuka peluang bisnis bagi mereka," ia meyakini.
Berangkat dari hal itu, menurut Untung, pemerintah seharusnya bisa membuat aturan atau anjuran yang mendukung persaingan bisnis sehat di media sosial. Bukannya malah menambah dengan membuat aturan baru untuk membuat sesuatu yang sudah berjalan terlihat seolah melanggar aturan.
"Alangkah baiknya pemerintah memperbaiki celah-celah yang lebih menguntungkan konsumen, ketimbang fokus pada membuat aturan yang membuat bisnis jadi lebih sulit berkembang, padahal tidak ada benefit tambahan yang didapat konsumen dan UMKM dari perubahan atau aturan baru itu," tandas Untung.
Selain itu, menurut Untung, social commerce terjadi bukan hanya di satu aplikasi, tapi di banyak platform lain. "Yang bisa dilakukan pemerintah seharusnya memberikan anjuran, bukan paksaan, kepada yang berkepentingan, termasuk mengajak pemilik platform untuk memberikan dukungan kepada pengguna lain, terutama UMKM," sarannya.
Hal itu diamini M. Tesar Sandikapura. Menurutnya, marketing...