Strategi Kunci Agar Pesantren Mampu Berkembang Mandiri

Data Kementerian Keuangan mencatat bahwa pada 2015, jumlah tanah wakaf atau tanah yang disumbangkan untuk tujuan sosial di Indonesia mencapai 5 miliar meter persegi yang tersebar di 400.000 titik di seluruh Indonesia. Itu artinya, setara dengan Rp 2.050 triliun.

Nilai tersebut tentu saja terhitung sangat besar untuk menjadi investasi atau modal awal bagi pengembangan pesantren di Tanah Air. Oleh karena itu, pemerintah mendorong pemanfaatan investasi sukuk (surat utang syariah) yang dapat menjadi modal pengembangan infrastruktur pesantren secara mandiri melalui pengelolaan aset wakaf yang selama ini belum dikelola melalui instrumen keuangan syariah.

Dengan nilai yang besar tersebut, melalui instrumen sukuk, pengelola pesantren dapat melakukan perjanjian atau akad dengan BUMN yang diawasi oleh pengelola tanah wakaf atau nazir untuk melakukan pembangunan unit bisnis yang lebih bernilai bisnis, seperti Rumah Sakit.

Selanjutnya, setelah akad disepakati dan dana didapatkan melalui sukuk, maka pembangunan rumah sakit di atas tanah wakaf bisa dilakukan. Keuntungan operasional rumah sakitlah yang nantinya digunakan untuk membayar sukuk dengan skema bagi hasil antar kedua belah pihak.

Dikatakan Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, salah satu kunci penting keberhasilan sebuah pesantren adalah kesuksesan dalam mengelola wakaf sehingga menjadi modal. Tidak saja untuk mengembangkan amal usaha dan pendidikan, namun memberikan manfaat bagi pengembangan kesejahteraan insan pesantren.

“Dalam catatan saya, sejumlah pesantren sanggup mengelola wakaf produktif hingga mencapai omzet miliaran rupiah. Jika pengelola pesantren memanfaatkan investasi berbasis syariah yaitu sukuk, maka pesantren dapat melakukan pembangunan infrastruktur lebih cepat,” ia menegaskan.

Lebih jauh ia meyakini bahwa jika potensi tanah wakaf dan sistem investasi sukuk dapat dilakukan, maka pembangunan infrastruktur unit bisnis pesantren akan lebih cepat. “Masyarakat sendiri telah menikmati hasil dari sistem investasi sukuk yang diterapkan pemerintah sejak 2013 dalam pembangunan infrastruktur,” tegasnya.

Sampai saat ini, Kementerian Keuangan mencatat proyek infrastruktur yang dibiayai melalui surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk pada tahun anggaran 2017 tercatat sebesar Rp 16,76 triliun. Infrastruktur yang dibiayai menggunakan SBSN di 2017 terdiri dari 590 proyek yang tersebar di 34 provinsi.

Rincian proyek yang dibangun dengan menggunakan dana bebas riba di 2017 antara lain 15 proyek infrastruktur perkeretaapian pada Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan dengan nilai Rp 7,54 triliun. Selanjutnya, ada 88 proyek infrastruktur jalan dan jembatan pada Direktorat Jenderal Bina Marga pada Kementerian PUPR senilai Rp 4,69 triliun.

Selain itu, ada 188 proyek infrastruktur pengendalian banjir dan lahar, pengelolaan bendungan, serta pengelolaan drainase utama perkotaan pada Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR senilai Rp 2,73 triliun. Lalu, 11 proyek embarkasi haji di Ditjen Pengelolaan Haji dan Umrah Kementerian Agama sebesar Rp 424 miliar.

Proyek lainnya, 32 proyek pembangunan sarana dan fasilitas gedung Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri di Ditjen Pendidikan Islam Kemenag (Rp 1,05 triliun). Terakhir, 256 proyek pembangunan dan rehabilitasi gedung balai nikah dan manasik haji di Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag (Rp 315 miliar).

Sementara tahun ini, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan mengeluarkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) senilai Rp 22,53 triliun untuk membiayai 587 proyek infrastruktur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)