MIX.co.id - Pemimpin global dalam keamanan siber, Trend Micro Incorporated, awal September ini (2/9), merilis hasil studi terbarunya, “Cyber Risk Index” (CRI), tentang peningkatan risiko serangan siber dalam setahun terakhir.
Pada semester pertama 2021, Studi CRI tersebut dilakukan kepada lebih dari 3.600 bisnis dari berbagai ukuran dan industri di 24 negara, termasuk Indonesia. Hasilnya, 81% perusahaan di Indonesia mengatakan kemungkinan bisa mengalami kebocoran data pelanggan dalam 12 bulan ke depan.
“Berdasarkan temuan di Indonesia, kami melihat adanya peningkatan kekhawatiran akan risiko kebocoran data. Hal ini perlu mendapat respon cepat, karena serangan siber menimbulkan dampak serius bagi perusahaan,” papar Laksana Budiwiyono, Country Manager Trend Micro Indonesia, pada konferensi pers yang digelar secara virtual di awal September ini (2/9).
Dengan lebih dari setengah responden menyatakan mengalami kebocoran data pelanggan dalam 12 bulan terakhir, Laksana menyarankan, perusahaan harus mempersiapkan diri lebih baik dengan mengidentifikasi data penting yang memiliki risiko tinggi, fokus pada ancaman yang berdampak besar terhadap bisnis, dan menggunakan perlindungan berlapis dengan platform yang komprehensif dan saling terhubung.
Studi ini juga mengungkapkan bahwa ada tiga konsuekensi negatif akibat serangan siber yang paling menjadi perhatian di Indonesia, yaitu kehilangan kekayaan intelektual (termasuk rahasia dagang), gangguan atau kerusakan pada infrastruktur penting, dan biaya jasa yang harus dikeluarkan untuk konsultan atau ahli dari luar perusahaan.
Temuan lain yang diperoleh dari studi ini adalah 65% perusahaan di Indonesia mengatakan kemungkinan akan mengalami serangan siber serius dalam 12 bulan ke depan; 28% telah mengalami 7+ serangan siber pada jaringan/sistem; 20% telah mengalami 7+ pelanggaran terhadap aset informasi; dan 29% responden mengatakan telah mengalami 7+ pelanggaran data pelanggan selama setahun terakhir.
Beberapa tantangan utama dalam kesiapan keamanan siber yang ditunjukkan dalam hasil studi CRI antara lain kurangnya keselarasan antara tujuan keamanan TI dengan tujuan bisnis serta masih kurangnya diskusi dan sharing informasi mengenai threat intelligence antara perusahaan dan pemerintah, di mana hal ini cukup penting dalam menangani serangan siber.
“Laporan CRI dari Trend Micro sangat membantu perusahaan untuk memahami risiko serangan siber mereka dengan lebih baik. Bisnis di seluruh dunia dapat menggunakan laporan ini untuk menentukan prioritas strategi keamanan mereka dan fokus pada sumber daya yang mereka punya untuk menangani risiko siber mereka dengan baik. Laporan seperti ini sangat membantu mengingat insiden serangan keamanan masih menjadi tantangan bagi bisnis dari berbagai ukuran dan industri,” tandas Dr. Larry Ponemon, CEO Ponemon Institute.