Temuan FKI: Murid SD Kurang Gizi Berisiko Alami Gangguan Working Memory

MIX.co.id – Istilah working memory atau memori kerja belakangan mulai viral. Dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, working memory dibutuhkan agar anak bisa mengikuti instruksi guru, fokus pada tugas pelajaran, bahkan untuk menghafal dan menginterpretasikan informasi jangka pendek.

Working memory adalah indikator sangat penting untuk keberhasilan belajar anak di sekolah. Jika skor working memory rendah maka proses dasar otak untuk belajar selama sekolah tidak akan berjalan dengan baik. Atau, dalam bahasa gaul, working memory yang rendah diistilahkan dengan tulalit atau lemot berpikir.

Studi yang dilakukan organisasi kajian nirlaba Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) pada 500 murid Sekolah Dasar (SD) di Jakarta menemukan bahwa murid yang kekurangan zat besi dan berisiko mengalami anemia, kekurangan energi, dan memiliki perawakan pendek terbukti berisiko gangguan kemampuan belajar.

Penelitian yang dipimpin langsung oleh Direktur Eksekutif FKI, Prof Nila F Moeloek dan Koordinator Riset dan Kajian FKI Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, menyimpulkan bahwa anak dengan kondisi kurang zat besi, kurang energi, dan perawakan pendek karena kurang gizi berisiko hingga tiga kali lipat lebih tinggi untuk mengalami gangguan working memory dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki status gizi baik.

"Temuan ini merupakan peringatan keras terhadap masa depan kesehatan dan pendidikan di Indonesia,” ujar Prof Nila Moeloek saat pemaparan hasil studi, Selasa (22/10), di Jakarta.

Temuan studi mengungkapkan, murid SD kelas 3 hingga 5 hampir 30% murid yang anemia mengalami gangguan working memory. “Gangguan ini secara langsung berdampak pada kemampuan mereka untuk konsentrasi, memproses dan menyimpan informasi saat belajar,” lontar Dr. Ray.

Temuan lainnya, lebih dari 19% murid-murid dalam studi ini juga terbukti mengalami anemia, yang sebagian besar disebabkan oleh kekurangan zat besi. Menurutnya, anemia bukan hanya masalah kesehatan fisik tetapi juga sangat memengaruhi kemampuan kognitif anak-anak.

Anak-anak dengan anemia memiliki skor working memory yang jauh lebih rendah, bahkan berdampak klinis yang sangat nyata. Anemia kurang besi secara langsung membatasi kemampuan anak untuk menyerap informasi, berpikir logis, dan berpartisipasi aktif di kelas.

Penelitian menunjukkan bahwa kurangnya asupan zat gizi makro adalah penyebab mayor dari masalah ini. 28% anak-anak memiliki asupan energi yang tidak mencukupi, dan lebih dari 63% anak kekurangan karbohidrat. “Ini adalah fakta yang bisa dihubungkan secara medis bahwa anak-anak SD banyak yang tidak cukup makan, sehingga asupan gizi terutama gizi makro menjadi tidak cukup,” terang Prof Nila Moeloek.

Jika gangguan working memory tidak segera ditangani, dampaknya pada kualitas pendidikan di Indonesia akan semakin besar. Anak-anak yang memiliki gangguan working memory tidak hanya kesulitan belajar, tetapi juga akan mengalami kesulitan dalam mencapai potensi penuh mereka dalam kehidupan sosial dan karier di masa depan.

Dalam penelitian oleh tim yang diperkuat oleh Dr. Tonny Sundjaya, Dr. Kianti Raisa dan Dr. Eric Tjoeng ini menegaskan pentingnya tindakan segera. Program intervensi gizi yang menyeluruh dan berkelanjutan harus menjadi prioritas utama pemerintah. Program pemberian makan siang bergizi di sekolah juga menjadi salah satu potensi solusi, asalkan dijalankan dengan baik dan memastikan makanan dikonsumsi secara habis di sekolah oleh semua murid.

Tim peneliti sepakat, memperbaiki status gizi anak-anak Indonesia harus menjadi prioritas nasional untuk membangun generasi penerus yang sehat, cerdas, dan siap bersaing di kancah global. ()

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)