Volume Konsumsi FMCG Menurun, Ini Empat Strategi Kunci yang Harus Dipilih Pemasar

Perdebatan tentang daya beli menurun versus kebiasaan konsumen yang bergeser mulai marak dalam beberapa bulan terakhir. Ada yang menilai bahwa tahun 2017 ini daya beli konsumen Indonesia menurun. Indikasinya, ritel offline atau fisik banyak yang tutup dan sejumlah industri juga mengalami perlambatan kinerja bisnis. Sebaliknya, sebagian lagi menilai bahwa daya beli tidak menurun, melainkan kebiasaan konsumen Indonesia saja yang berubah, yakni dari belanja offline menuju belanja online. Indikasinya konsumsi belanja online melonjak sangat signifikan dan belanja iklan online pun naik drastis.

Perdebatan tersebut boleh jadi dapat terjawab dari paparan data yang baru saja dirilis Nielsen. Laporan Nielsen tentan tren Fast Moving Consumer Goods (FMCG) di lima sektor--yakni Food (makanan), Beverages (Minuman), Personal Care (perawatan tubuh), Pharmaceutical (farmasi), dan Household (rumah tangga)--menunjukkan kenaikan berdasarkan harga (value). Sebaliknya, hampir semuanya mengalami penurunan berdasarkan volume.

Pada Juni 2017, berdasarkan harga atau value, sektor makanan tumbuh 8%, minuman naik 3,4%, produk perawatan tubuh naik 4,1%, dan produk rumah tangga naik 4,1%. Kecuali farmasi, yang turun 0,5%. Lantas, bagaimana jika pertumbuhan kelima sektor itu dilihat dari sisi volume? Hasilnya, pada periode yang sama, sektor makanan turun 2,1%, minuman minus 3,8%, perawaran tubuh turun 4,6%, dan farmasi minus 8%. Hanya produk rumah tangga yang naik tipis, yakni hanya 0,7%.

Kelesuan industri FMCG sebenarnya sudah dapat dilihat gejala-gejalanya pada saat festive season di bulan Ramadhan. Jika sejak tahun 2012 hingga 2016, festive season selalu mampu meningkatkan konsumsi produk FMCG hingga double digit. Sebaliknya, pada festive season 2017 ini, pertumbuhannya hanya mampu single digit, yakni 5,1%.

Untuk itu, Nielsen menganjurkan bahwa pentong bagi pemasar dan pengelola merek untuk melancarkan strategi kunci guna menghadapi tahun yang penuh tantangan seperti sekarang. Ada empat kunci yang disarankan Nielsen. Pertama, lakukan promosi yang benar. Oleh karena itu, ada sejumlah hal yang harus dipertimbangkan dalam merancang promosi. Pertama, pertimbangkanlah apa tujuan dari promosi brand kita, apakah untuk program loyalitas, untuk mengakuisisi market kompetitor dengan mengajak mereka beralih mengkonsumsi produk kita, untuk menciptakan kegembiraan, atau tujuan lainnya. Pertimbangan kedua, bagaimana kita bisa mengukur ROI (Return of Investment) dari promosi kita. Ketiga, pertinbangkan bagaimana kesehatan merek jika tanpa promosi.

Strategi kedua adalah manajemen portofolio produk. Untuk mengatasi masalah yang benar di seluruh kelompok konsumen, yang dibutuhkan adalah meninjau ulang peran merek atau varian produk mereka, dan bagaimana bisa menjangkau kelompok konsumen yang berbeda. Artinya, haruskah kita memiliki varian / SKU yang terjangkau? Apakah kita juga memerlukan merek yang berbeda untuk menjangkau kelompok konsumen yang berbeda?

Strategi ketiga adalah menawarkan produk dalam kemasan kecil, alias back to sachet. Pastikan bahwa produk yang ditawarkan mencakup SKU atau item penting dalam berbagai ukuran. Dengan ruang yang sangat terbatas di outlet berformat kecil, kita perlu mengelola SKU yang efektif.

Strategi kempat adalah consumer excitement. Ciptakan kegembiraan dan juga pengalaman yang membahagiakan untuk mengurangi sentimen negatif konsumen. Jangkau konsumen melalui acara yang menghadirkan kegembiraan seperti CFD (Car Free Day), acara Marathon, dan sebagainya. Ciptakan juga pengalaman yang dapat memenangkan costumer seperti Jakarta fashion week dan Hijab Festival. Jangan lupa, lakukan inovasi produk.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)