Apakah yang merupakan kunci utama untuk membuat bisnis dapat bertahan dan berkelanjutan? Banyak pemimpin perusahaan-terutama perusahaan baru- yang menanyakan pertanyaan tersebut. Jawabannya mudah, ubahlah mindset perusahaan. Menurut seorang brand strategist asal Bangkok, Sirkul Laukaikul dalam presentasi idenya yang berjudul "sufficiency economy philosophy", perusahaan perlu untuk mengubah mindsetnya dari yang orientasi pada revenue, profit dan market share yang "sebanyak-banyaknya" menjadi hanya "secukupnya".
Laukaikul mengungkapkan, "kebanyakan marketing hanya didasarkan oleh satu kata: memperoleh seseuatu secara lebih banyak. Ketika marketers membuat banyak dan lebih banyak lagi hal pada sepanjang waktu, maka secara tidak sadar kita menjadi serakah. Apapun yang melebihi kebutuhan kita merupakan wujud keserakahan". Inilah yang disebut Laukaikul sebagai "bad karma".
Keserakahan dapat membawa manusia menuju ketidakpuasan, kemarahan, ketidakpedulian, dan perilaku-perilaku bodoh lainnya. Sebaliknya, Laukaikul mengklaim bahwa apabila marketing berorientasi untuk berbagi kepada sesama, maka hal tersebut akan mendorong marketers untuk melakukan kebaikan, kepuasan, dan perilaku-perilaku baik lainnya.
Pada dasarnya, filosofi yang diterapkan oleh Laukaikul menitikberatkan untuk tidak mengambil apa yang melebihi kebutuhan sehingga orang lain juga dapat memperoleh hal tersebut secara berkecukupan. Laukaikul mendeskripsikannya sebagai "sebuah mindset untuk membawa orang melangkah lebih dari sekedar profit, sehingga semua orang akan berkecukupan."
Untuk dapat mencapai hal ini, ia mengusung konsep yang diberi nama " karma marketing ". "Semua akan memperoleh apapun secara berkecukupan jika mereka memahami konsep hidup sederhana," ungkapnya. "Kita harus memanfaatkan marketing sebagai cara untuk mempromosikan perilaku yang bertanggung jawab dan peka terhadap orang lain".
Bukan berarti perusahaan tidak perlu membuat profit, namun mereka sebaiknya melebarkan misi mereka untuk meyakinkan bahwa baik mereka maupun orang lain memiliki sumber daya yang cukup, baik untuk saat ini maupun di masa depan, tambahnya.
"Mulailah dari diri Anda -cukupi kebutuhan Anda terlebih dahulu- namun jangan hanya bertahan di sana selamanya. Perluas hal tersebut menjadi -membuat orang lain berkecukupan- dan ambillah sesuatu secukupnya. Namun Anda juga harus bermurah hati untuk memberi kepada sesama. Itulah ide keseluruhan dari "ekonomi berkecukupan". Cukup katakan "saya sudah cukup".
Konsep Karma Marketing yang diusung oleh Laukaikul mendapat sambutan positif dari para petinggi brand terkemuka. Ricardo Caceres, marketing director of sustainabillity di Coca-Cola,mengungkapkan bahwa ide Laukaikul mengenai self-awareness serta perspektif personal untuk mengetahui kapan Anda merasa cukup, adalah hal yang dapat diterapkan baik untuk marketers secara personal maupun brand.
Sementara itu, seorang chief strategy officer di sebuah lembaga konsultansi brand BBMG bernama Raphael Bemporad mengungkapkan bahwa ide mengadaptasi prinsip-prinsip yang telah menjadi topik perbincangan manusia sejak dulu dan membawanya ke dalam ranah bisnis merupakan ide yang bagus. "Pertanyaannya adalah, bagaimana membuatnya menjadi tangible,"tandasnya. Bemporad yakin bahwa hukum fundamental dari karma tidak hanya dapat diaplikasikan untuk kehidupan manusia, namun juga perusahaan. Ia menambahkan, "kunci untuk mencapai good karma, seperti sharing economy dan circular economy, sebenarnya sudah ada di dalam prinsip ekonomi yang diterapkan saat ini. Namun para marketers perlu untuk mendapat kesempatan agar dapat menerapkan prinsip tersebut," ungkapnya. "Secara umum, branding dengan memanfaatkan prinsip Budha adalah kesempatan yang baik,"tandasnya.