Peserta PR of The Year 2025 membuktikan: ESG yang megah bisa runtuh tanpa tata kelola. Di sinilah peran komunikasi strategis menentukan siapa yang dipercaya, siapa yang dilupakan.
.

.
Dalam ajang PR of The Year 2025 yang penilaiannya berlangsung beberapa pekan lalu, muncul satu benang merah dari berbagai kampanye komunikasi strategis: pentingnya Corporate Governance (CG) sebagai fondasi dari keberhasilan ESG (Environmental, Social, Governance).
CG di sini tidak hanya dipahami sebagai kumpulan prosedur formal dan struktur hukum, tetapi sebagai kerangka institusional yang hidup—yang menanamkan makna, nilai, dan kebiasaan melalui interaksi sosial dan komunikasi strategis (Ašanin Gole, 2024).
Secara institusional, corporate governance adalah seperangkat aturan dan kebiasaan yang disepakati secara sukarela untuk mengarahkan perilaku pelaku organisasi, termasuk pemilik, manajemen, karyawan, regulator, pelanggan, dan komunitas luas (Ansell & Bevir, 2013).
Tata kelola menciptakan "aturan main" dan menjamin bahwa relasi antaraktor berlangsung dalam kerangka yang adil, transparan, dan bertanggung jawab (IoDSA, 2016; OECD, 2015).
Selama sesi presentasi, beberapa finalis menghadirkan contoh bagaimana dimensi tata kelola menjiwai program ESG mereka.
Salah satu peserta menjelaskan perubahan identitas korporasi yang dilakukan setelah 30 tahun.
"Tantangannya bukan hanya teknis, tapi menyentuh relasi mendalam dengan stakeholders. Governance kami diuji dalam kemampuan membuka dialog secara jujur dan bertanggung jawab," ujar peserta tersebut.
Dalam kasus ini, corporate governance menjadi alat penyeimbang antara kepentingan bisnis dan ekspektasi publik.
Lain halnya dengan program pengelolaan sampah makanan. Salah satu tim PR menggambarkan bagaimana kolaborasi dengan komunitas lokal tidak hanya difokuskan pada edukasi, tapi juga pada pencatatan dampak secara real time.
"Kami tidak bisa bicara sustainabilitas jika sistem pelaporan...