PR HEBAT BUKAN SEKADAR BICARA KERAS

Ajang PR of The Year 2025 membuktikan bahwa PR hebat bukan hanya tentang menyuarakan pesan, tapi soal menyentuh hati, memilih medium yang tepat, dan hadir otentik di ruang publik.

.

.

Pemilihan medium komunikasi oleh para finalis ajang PR of The Year 2025 memperlihatkan sebuah pendekatan strategis yang matang, bukan hanya dalam hal teknis, tetapi juga secara psikologis, sosial, dan kultural.

Para peserta yang mempresentasikan programnya di depan panelis, pekan lalu, tidak sekadar memilih saluran komunikasi berdasarkan tren atau kebiasaan, tetapi menggali lebih dalam pada aspek siapa audiens mereka, bagaimana karakteristiknya, serta apa pesan yang ingin ditanamkan dan perubahan apa yang ingin dihasilkan.

Salah satu pendekatan yang mencolok adalah bagaimana para peserta merancang komunikasi berdasarkan segmentasi audiens yang cermat. Untuk menjangkau generasi muda, mereka menggunakan platform seperti TikTok dan Instagram, yang telah terbukti efektif dalam membangun engagement secara visual dan emosional.

Sementara untuk kelompok profesional atau pemangku kebijakan, mereka memilih platform seperti LinkedIn, media mainstream, dan forum diskusi formal untuk membangun kredibilitas dan kepercayaan. Strategi ini mencerminkan pemahaman bahwa medium bukan hanya alat, tetapi jembatan psikologis antara pengirim dan penerima pesan.

Kesuksesan mereka juga tampak dari integrasi model PESO—Paid, Earned, Shared, Owned—yang dirancang untuk saling melengkapi.

Penggunaan media berbayar untuk menjangkau khalayak luas, diperkuat oleh publikasi media melalui hubungan baik dengan jurnalis, disebarkan kembali oleh publik melalui kanal berbagi, serta didukung oleh kepemilikan media internal organisasi yang konsisten memuat pesan utama.

Keempat jenis media ini tidak berdiri sendiri, tetapi dikoreografikan seperti orkestra yang menyuarakan satu simfoni narasi.

Kampanye yang dijalankan tidak hanya mengandalkan volume komunikasi, tetapi juga kekuatan narasi. Mereka menyentuh lapisan emosional audiens dengan storytelling yang relevan dengan kondisi sosial atau nilai-nilai yang sedang berkembang.

Komunikasi menjadi lebih dari sekadar penyampaian informasi; ia berubah menjadi pengalaman yang membekas, menggugah kesadaran, dan mengundang aksi. Narasi yang kuat memperkuat kepercayaan dan rasa memiliki audiens terhadap pesan yang disampaikan.

Pages: 1 2 3

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)