Banyak negara yang kini melancarkan kampanye destinasi dengan pendekatan baru, dengan menggunakan receiver sebagai sumber aktif yang membuat dan mendistribusikan pesan kampanye. Bagaimana dengan Indonesia?
Dua minggu lalu, kebetulan saya mendapat amanah dari Walikota Bogor Bima Arya untuk menjadi salah satu anggota Tim Seleksi Direksi PD Pasar Pakuan Jaya Kota Bogor. Salah satu tahapan seleksi adalah penyampaikan program kegiatan yang bisa meningkatkan kinerja sosial dan ekonomi pasar yang berada di bawah lingkungan PD Pasar Pakuan Jaya Kota Bogor oleh para pelamar posisi tersebut.
Saya begitu surprised ketika mendengarkan presentasi para calon direksi tersebut. Dalam presentasinya, sebagian besar dari mereka ingin menjadikan pasar sebagai tujuan destinasi. Persoalannya adalah secara konseptual bagaimana destinasi itu dikomunikasikan masih belum muncul secara tajam. Padahal, dalam promosi tujuan destinasi komunikasi pemasaran merupakan satu hal yang sangat penting.
Januari 2009, orang di seluruh penjuru dunia terpesona oleh iklan perekrutan sederhana yang berjudul, “The best job in the world ". Pekerjaan yang ditawarkan dengan imbalan AUD $ 150 000 selama enam bulan itu adalah bekerja sebagai penjaga pulau di Great Barrier Reef, Queensland Australia.
Inisiatif pemasaran yang sangat unik ini menarik lebih dari 34.000 peminat. Iklan dalam bentuk video online itu diteruskan, dipromosikan dan diperingkat oleh pengguna web. Ketertarikan massa secara online massal mengakibatkan offline buzz, meningkatkan kunjungan para wisatawan ke Queensland dan menghasilkan liputan media yang diperkirakan senilai lebih dari $ 80 juta (The Guardian, 17 Juni 2009).
Seperti pada kebanyakan proses komunikasi, komunikasi pemasaran difokuskan pada pemberian dan dan penerimaan pesan, dari sumber ke penerima. Dalam perspektif place marketing, yang bertindak sebagai sumber bisa saja organisasi yang mengelola place (misalnya kementerian pariwisata ); pesannya adalah proposisi tempat yang dijual; saluran, sistem distribusi; kebisingan, kekacauan yang disebabkan oleh pesaing; penerima, pelanggan; dan umpan balik, informasi yang diterima melalui perubahan pengunjung dan layanan pelanggan (Duncan dan Moriarty, 1998).
Meskipun ini bukan kampanye pertama yang secara aktif melibatkan pengguna web, kampanye ini bisa dianggap sebagai tonggak dalam penggunaan audience untuk mempromosikan place atau destinasi. Inovasi dan keunikan kampanye Queensland ini terletak pada kenyataan bahwa kampanye itu sama sekali berbeda dengan kampanye place marketing sebelumnya yang selalu berbasis pada model linier komunikasi (Lasswell, 1948).
Berdasarkan model ini, kampanye mengalir dari atas ke bawah (top-down). Disini sumber informasinya (pemasar place) menyampaikan pesan yang dipilih (proposisi tempat yang dijual) kepada audiens yang pasif, menggunakan saluran yang dipilih dan bertujuan untuk efek tertentu.Model ini banyak digunakan dalam komunikasi pemasaran.
Sementara itu, kampanye pariwisata Queensland itu berbeda dengan cara tradisional, baik dilihat dari komponen inti dari sumber, pesan dan penerima. Kampanye pariwisata Queensland itu mengambil pendekatan baru, dengan menggunakan receiver sebagai sumber aktif yang membuat dan mendistribusikan pesan kampanye.
Dalam model ini, Queensland bukan lagi bertindak sebagai penyampai pesan. Yang aktif adalah mereka yang semula justru menjadi penerima pesan. Meski harus diakui bahwa yang mendorong publik mempromosikan Queensland tersebut pada awalnya adalah pengelola wisata Qeensland.
Tempat lain yang mengikuti pola hubungan ini adalah Florida. Pada bulan Februari 2010, penanggung jawab pemasaran indusri pariwisata Florida meluncurkan kampanye berbasis kebanggaan lokal di bawah slogan ' Share a Little Sunshine '. Dalam kampanye tersebut,
Otoritas wisata Florida meminta warga mengirim e-kartu pos,...