Ketika industri jasa transportasi dan media terseok-seok menghadapi perubahan perilaku konsumen di era digital, pelaku jasa keuangan justru percaya diri menyongsong perubahan itu. Bahkan, mereka berani investasi besar untuk membangun brand dan mendorong penggunaan layanan keuangan digital. Terbukti, hampir semua bank di Tanah Air memiliki program edukasi berupa kegiatan literasi keuangan bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Gencarnya upaya edukasi yang dilakukan oleh para pelaku jasa keuangan cukup dimaklumi. Mengingat, berdasarkan penelitian atau survei yang digelar Bank Indonesia di enam kota di Indonesia--yakni Jabodetabek, Bandung, Medan, Surabaya, Balikpapan, dan Makassar--pada akhir 2014 lalu menyebutkan bahwa hanya 10% yang pernah mendengar Layanan Keuangan Digital (LKD). Itu artinya, brand awareness akan Layanan Keuangan Digital terhitung rendah.
Dari mereka yang pernah mendengar istilah Layanan Keuangan Digital, 78% mengenalnya sebagai alat bayar yang dapat digunakan melalui HP (handphone). Sementara itu, 76% responden mengenal Layanan Keuangan Digital sebagai pengganti uang tunai, dapat diisi ulang (41%), dapat digunakan untuk transfer dana dari dalam dan ke luar negeri (14%), dan pengguna tidak harus memiliki rekening di bank (6%). Temuan menarik lainnya, dari 10% responden yang mengetahui tentang Layanan Keuangan Digital, ternyata tak ada satupun yang menggunakan produk Layanan Keuangan Digital.
Lantas, berhasilkah para pelaku jasa keuangan dalam mengembangkan ekosistem keuangan digital? Simak sajian cover story Majalah MIX edisi Juli 2016 ini.
Pada edisi kali ini, Majalah MIX juga akan mengupas best practice dari Game Online Pokemon Go yang sedang mewabah publik dunia, termasuk Indonesia. Selain itu, pada rubrik Marcom Research, Majalah MIX mengupas isu tentang “Do and Don't Mobile Ad Video”. Adapun pada Marcomm Higlight, Majalah MIX menyajikan tentang isu “Bubble Industri e-Commerce”.
Selamat menikmati sajian Majalah MIX kali ini,....
