Menjadi produk terbaik di pasar sangat penting untuk mencapai kesuksesan bisnis dalam jangka panjang. Itu sebabnya, perusahaan harus berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan, produksi, dan pemasaran untuk menciptakan produk yang superior dan memenangkan persaingan di pasar.
Namun, perusahaan juga harus memperhatikan faktor-faktor seperti harga, fitur tambahan, dan merek untuk mencapai kesuksesan di pasar yang kompetitif. Sebab, bagaimanapun terkadang produk dengan kinerja terbaik tidak selalu menjadi yang terlaris di pasar (Christensen, 1997). Faktor-faktor seperti merek, citra merek, harga, dan faktor psikologis lainnya juga memainkan peran penting dalam keputusan pembelian konsumen.
Salah satu contoh merek yang menunjukkan bahwa produk dengan kinerja terbaik tidak selalu menjadi yang terlaris di pasar adalah Betamax. Betamax adalah merek format perekam video yang dikembangkan oleh Sony pada tahun 1975. Pada saat itu, kualitas rekaman video Betamax jauh lebih baik daripada saingannya, VHS (Video Home System) yang dikembangkan oleh JVC.
Namun, meskipun Betamax memiliki kinerja terbaik dalam hal kualitas rekaman video, produk ini tidak menjadi yang terlaris di pasar. Sebaliknya, VHS menjadi format perekam video yang lebih populer dan lebih banyak digunakan oleh konsumen. Alasan di balik kegagalan Betamax adalah karena Sony memilih untuk menjual lisensi format ini dengan harga yang lebih mahal daripada VHS, dan tidak menyediakan fitur rekaman jam tangan seperti yang tersedia pada format VHS.
Hal ini menunjukkan bahwa faktor selain kinerja produk dapat memengaruhi popularitas dan penjualan produk. Faktor-faktor seperti harga, fitur tambahan, kemudahan penggunaan, dan merek juga dapat memainkan peran penting dalam keputusan pembelian konsumen. Oleh karena itu, perusahaan harus mempertimbangkan semua faktor ini ketika merancang dan memasarkan produk mereka untuk mencapai kesuksesan di pasar.
Di buku the innovator's dilemma: When new technologies cause great firms to fail, Christensen memberikan contoh konkret tentang bagaimana produk dengan kinerja terbaik tidak selalu menjadi yang terlaris di pasar. Misalnya, bagaimana perusahaan minyak dan gas besar, seperti Exxon dan Mobil, gagal menangkap pasar bahan bakar alternatif meskipun memiliki teknologi terdepan dalam pengeboran dan pengolahan minyak bumi.
Christensen menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan minyak dan gas tersebut mengikuti pendekatan tradisional dalam bisnis mereka dengan fokus pada pengeboran minyak baru dan pengolahan minyak mentah. Mereka tidak memperhatikan pasar bahan bakar alternatif yang berkembang pesat pada saat itu, seperti energi surya dan bahan bakar sel hidrogen.
Pesaing yang lebih kecil dan lebih inovatif seperti SunPower, First Solar, dan Plug Power berhasil mengambil alih pasar bahan bakar alternatif dengan teknologi baru mereka. Meskipun teknologi mereka tidak sebaik teknologi minyak dan gas yang dimiliki Exxon dan Mobil, mereka mampu menciptakan produk yang lebih murah, lebih efisien, dan lebih mudah digunakan.
Dalam contoh ini, Christensen menunjukkan bahwa fokus pada kinerja Exxon dan Mobil saja tidak cukup untuk mencapai kesuksesan di pasar. Perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor seperti biaya, kemudahan penggunaan, dan kebutuhan pelanggan saat merancang dan memasarkan produk mereka. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan harus beradaptasi dengan perubahan pasar dan menerapkan inovasi yang tepat untuk tetap bersaing di pasar yang terus berubah.
Rujukan:
Christensen, C. M. (1997). The innovator's dilemma: When new technologies cause great firms to fail. Harvard Business Review Press.