“Made with proud in Indonesia”. Kalimat ini tercetak tegas pada setiap pasang sepatu kulit merek “Amble Footwear”, keluaran Bandung. Melalui kalimat itu, Agit Bambang Suswanto, sang pencipta sekaligus pemilik brand, mengibarkan kebanggaan dan kepercayaan bahwa orang Indonesia punya kemampuan untuk memproduksi sepatu berkualitas. Berkat kualitas dan eksklusivitasnya, serta pricingstrategy dengan harga yang tepat (rata-rata sekitar Rp500 ribu per pasang), Amble Footwear kini sudah diekspor ke Malaysia, Singapura, Jepang dan beberapa negara Eropa.
Senyampang dengan Amble Footwear, positioning sebagai merek lokal terpercaya juga Agit kibarkan untuk brand lain yang sekilas tidak nyambung dengan produk sepatu, yaitu Bakmi. Untuk produk kuliner yang ia rintis sejak 2013 ini, Agit memberi nama “Mie Merapi = Mie Merah Putih!”
Konsep Mie Merapi mengadaptasi mie ramen ala Jepang yaitu mie kuah rempah. Namun secara lebih spesifik, ia menyasar para pecinta kuliner rasa pedas. Konten yang diangkat Mie Merapi juga benar-benar lokal, sama sekali tidak “kejepang-jepangan”. Ia mengangkat tiga varian andalah yaitu kuah merapi, kuah kare dan kuah kampung sebagai representasi makanan kuah yang ada di Indonesia. Seperti ramen, Mie Merapi juga punya level kepedasan berbeda-beda. Dengan dua kedai yang cukup representatif di daerah Taman Sari dan Jl. Pahlawan Bandung, Agit mampu mempekerjakan puluhan karyawan dengan omset belasan juta rupiah setiap hari.
Hari ini, Anda menyaksikan kedua bisnis Agit bisa dikatakan sukses di pasaran. Namun di balik kedua bisnis tersebut, ada rentetan kisah penuh sandungan dan ujian. Mie Merapi dirintis dari sebuah kedai kecil di Taman Sari, dan dibesarkan pelan-pelan melalui berbagai festival kuliner. Modalnya hasil penjualan motor dan pinjaman dari bank, yang hanya cukup untuk menyewa tempat seharga Rp 70 juta per tahun.
“Saya mulai usaha dari nol, dari nggak punya modal, uang beasiswa dari kampus untuk bikin produk, bukan beli buku,” paparnya sekilas.
Yup, Agit adalah representasi tech entrepreneur masa kini yang berpikir dan berani bermimpi besar dengan melihat masalah sebagai peluang. Ia memahami, bahwa kegagalan merupakan bagian dari proses. Ini bukan sekadar omong kosong, karena Agit sudah melalui berbagai proses jatuh bangun bisnis sejak SMA. Mulai dari jualan waffle, sepatu lukis, dan akhirnya mendapatkan momentum sukses pada merek Amble Footwear dan Mie Merapi saat masih kuliah di Universitas Widyatama Bandung jurusan Manajemen Bisnis. Kemudaannya—tahun ini ia berusia 28 tahun, memberi keberanian untuk membuat berbagai terobosan marketing dalam berbagai strategi bisnisnya.