Berbagi dan menolong yang lemah dan miskin menjadi impian Agnes Lali Milla sejak lama. Sayangnya, 22 tahun menjalani kehidupan biarawati di sejumlah daerah di Indonesia--seperti Medan, Timor Leste, Nias, dan Semarang--tak mampu membendung hasratnya untuk dapat berbagi dengan sesama.
Tahun 2012, Mama Agnes--demikian ia akrab disapa--memberanikan diri untuk meninggalkan kehidupan biarawati. Ia memilih pulang ke Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk menjadi penggiat sosial dengan mendirikan panti asuhan Hati Nurani. Bersama keluarganya, ia mendirikan panti di atas lahan yang ia pinjam. "Saya mendirikan panti ini hanya untuk membantu mereka yang tertindas dan terlantar agar memperoleh kehidupan yang layak," ceritanya.
Dua tahun kemudian, 2014, Mama Agnes mendirikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Hati Nurani. Kehadiran PAUD, diakuinya, karena anak-anak panti yang kini berjumlah 43 orang, membutuhkan pendidikan. Berbeda dengan ratusan PAUD lainnya yang ada di daerah Sumba, PAUD Hati Nurani bersedia menerima anak-anak inklusi atau berkebutuhan khusus.
"Di PAUD Hati Nurani, ada tujuh anak inklusi. Empat anak pulang ke rumah orangtuanya dan tiga anak inklusi tinggal di panti bersama 40 anak panti lainnya. Sementara itu, total jumlah anak-anak yang bersekolah di PAUD Hati Nurani mencapai 67 anak untuk angkatan 2019/2020. Jumlah ini bertambah dari yang awalnya hanya 31 anak di 2015/2016," lanjutnya.
Diceritakan Mama Agnes, menjadi penggiat sosial di Tanah Sumba dengan berbagai keterbatasan anggaran dan fasilitas bukanlah perkara mudah. Ia harus menjalani semuanya sendiri. Mulai dari mengajar, mengasuh anak-anak, hingga mengantar-jemput anak-anak dari rumah ke sekolah dengan menggunakan panther (alias pick up terbuka berusia tua), dilakoni sendiri. Ia pun hanya dibantu oleh empat pengajar yang juga kerabatnya.
Sementara untuk biaya operasional sehari-hari, Mama Agnes yang kini berusia 53 tahun, memilih berjualan es dan kue, beternak babi, hingga berkebun. "Pernah, dua kali kami mendapat bantuan dari Dinas Pendidikan, yang kami gunakan untuk membangun kelas dan fasilitas belajar," kisah Mama Agnes, yang hanya digaji Rp 150 ribu per bulan oleh Dinas Pendidikan, sedangkan staf pengajar digaji Rp 250 ribu per bulan.
Bagi Mama Agnes, puncak kebahagiaannya adalah saat anak-anak asuh maupun anak-anak didiknya berhasil. Tiga anak panti Hati Nurani misalnya, telah berhasil lulus kuliah dan telah bekerja di Bali. Satu anak panti lainnya, masih berkuliah hingga sekarang. "Saya tidak pernah meminta mereka untuk kembali ke panti atau ke PAUD Hati Nurani untuk mengajar. Mereka berhak memutuskan sendiri masa depan mereka. Bagi saya, mereka berhasil dan mampu mandiri, itu sudah membuat saya bahagia," ucapnya tulus.
Beratnya perjuangan Mama Agnes itu, akhirnya mendapat perhatian dari Asuransi Astra. Melalui program #Pijarilmu 2019, PAUD Hati Nurani mendapat bantuan berupa pembangunan ulang bangunan sekolahnya. Tak hanya dua kelas yang dibangun kembali menjadi bangunan layak untuk belajar, Asuransi Astra juga memberikan kendaraan baru sebagai ganti dari panther tua yang selama ini digunakannya untuk menjemput anak-anak.